Sayangnya, kata dia, memakan ‘korban’ sehingga dirinya dan beberapa bupati yang membuat hal serupa menjadi bahan olok-olok se-Indonesia.
“Ini sekedar latar (masalah-red) saja. Kalau mau tulis jangan sebut nama. Saya gak mau viral,” ujar sang bupati sebagaimana dilansir portal atjehwatch.com, Jumat malam 5 Desember 2025.
Awalnya, sang bupati menelpon untuk membuat berita klarifikasi terkait salah satu berita yang tayang di atjehwatch pada hari yang sama. Namun dalam telepon kedua, ia meminta hak jawab tersebut jangan ditayangkan lagi.
“Jadi di awal bencana, saya kirim kabar ke provinsi. Mengenal detail kondisi sejauh yang saya tahu tentang daerah saya. Tujuannya untuk meminta bantuan penanganan segera,” ujar sang bupati mengawali cerita.
“Ternyata mereka di tingkat provinsi sudah mendiskusikan lebih jauh. Ini bencana besar dan bukan Aceh saja. Ada Sumut dan Sumbar juga. Layak jadi Bencana Nasional. Kalau jadi bencana nasional, maka lembaga internasional bisa turun membantu seperti tsunami dulu. Penanganan lebih cepat dan rehab lebih sempurna dibanding menggunakan dana daerah yang relative kecil,” katanya lagi.
“Katanya, Mualem sudah lobi Prabowo untuk hal itu. Tapi butuh surat pernyataan ketidaksanggupan dari pimpinan daerah minimal 3. Saya, awalnya tidak merespon hal ini. Baru kemarin membuat surat tersebut,” katanya lagi.
Namun, kata dia, siapa sangka Presiden Prabowo tidak mau menetapkan bencana Sumatera sebagai bencana nasional. “Akhirnya malah dibilang cengeng. Ini yang sakitnya,” kata bupati ini.
“Kami di-prank provinsi. Status bencana nasional gagal, malah dibilang cengeng. Seharusnya selaku pimpinan daerah, yang sama sama berbuat untuk rakyat, jangan dikorbankan seperti sekarang,” ujarnya lagi.
Sumber: atjehwatch.com
Posting Komentar