Sepekan Mencekam di Aceh Tamiang, Gelap dan Bau Menyengat 'Seperti Kota Zombie'


KABEREH NEWS | Keterangan gambar,Sejumlah warga melintas di dekat puing-puing yang terbawa arus banjir di kawasan Desa Bukit Tempurung, Kota Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (3/12/2025).

Kabupaten Aceh Tamiang adalah salah satu wilayah yang mengalami dampak paling parah setelah dihantam banjir bandang dan longsor pada Rabu (26/11) lalu.

Selama setidaknya sembilan hari tak ada bantuan yang datang.

Sampai saat ini bahkan tak ada air bersih, listrik, apalagi jaringan komunikasi. Semuanya terputus.

Seorang warga yang tinggal di Kampung Dalam, Kecamatan Karang Baru, Arif, bahkan menyebut wilayah itu seperti "kota zombie" saking porak-porandanya seisi kota dan aroma bangkai yang menyengat.

Pria paruh baya ini membatin bahwa mereka tidak akan bisa bertahan lebih lama di sini. Sebab, situasinya semakin tidak menentu.

Sejak peristiwa banjir, tidak ada sama sekali personel pemda yang berupaya datang menyelamatkan warga. Entah itu polisi, damkar, SAR, atau BPBD.

Hingga pada Minggu (30/11), dia menyaksikan sejumlah toko swalayan dan toko grosir dijarah warga. Puluhan orang memaksa masuk untuk mengambil persediaan makanan.

"Penjarahan di mana-mana," ujarnya.

"Padahal sehari sebelumnya, kami masih berusaha membeli makanan, kami bawa duit untuk beli sembako yang dipaketkan harganya Rp80.000."

"Tapi besoknya, orang sudah tidak mau beli lagi, mereka pada ngambil saja karena mungkin terlalu mahal bagi masyarakat. Beras saja yang 10 kilogram harganya Rp250.000," kata Arif.

Seisi kota nyaris seperti kota mati. Tidak ada listrik, air bersih, apalagi jaringan telekomunikasi. Mereka seperti terperangkap.

Seluruh jalan rusak dan dipenuhi lumpur setebal 50 sentimeter.

Di beberapa sudut jalan, sisa-sisa banjir masih menggenang. Sejumlah kendaraan roda empat teronggok dengan kondisi terbalik atau tercebur ke parit.

Rumah-rumah warga, banyak yang tak lagi utuh bentuknya: ada yang ambruk, atapnya bolong, tembok miring, pagar rumah jebol, jendela hingga pintu copot.

Di sisi jalan, ranting-ranting pohon berserak bersama barang-barang milik warga yang hancur diterjang banjir.

Yang tak kalah mengerikan, kata Arif, aroma bangkai tercium di sepanjang jalan.

Arif menyaksikan sendiri, beberapa hewan ternak milik warga seperti sapi dan kambing mati dan dibiarkan terkapar.

"Bau bangkai tercium sekali, mungkin juga di balik reruntuhan, ada mayat [manusia] cuma tak nampak, tapi baunya ada," ujarnya.

"Orang-orang pun sudah tidak peduli lagi sama mayat, karena orang-orang pada berburu makanan dan air semua. Saya lihat wajah-wajah orang penuh lumpur, pada bingung semua kita di jalanan."

"Seperti kota mati, kalau orang bilang kayak kota zombie," ucapnya.

Jika malam datang, seisi kota gelap gulita. Tak ada orang yang berani berkeliaran di jalan. Namun, saat matahari nampak, warga berhamburan di jalan.

"Tetapi enggak tahu mau ngapain, berharap aja ada makanan," kata Arif.

Apa yang akhirnya dilakukan Arif dan keluarganya untuk dapat bertahan hidup?

Silakan membaca artikel lengkapnya hasil liputan wartawan BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/articles/c989p6294l1o

0/Post a Comment/Comments