Penemu Benua Australia Bukan James Cook Tapi Pelaut Bugis

BENUA Australia sering dikaitkan dengan James Cook. Dia adalah pelaut Inggris yang mengklaim menemukan benua tersebut pada tahun 1770.

Namun, menurut beberapa sumber, orang-orang Bugis lebih dahulu mendarat di Australia dibanding pria bermata biru itu.
Benarkah?

Para pelaut Bugis dari Sulawesi Selatan itu dikenal sebagai pencari teripang, hewan laut yang bernilai tinggi di pasar Asia.

Teripang adalah makanan favorit orang-orang China karena teksturnya yang kenyal, rasanya yang gurih, dan khasiatnya yang berkhasiat.

Menurut beberapa sumber, pelaut Bugis mulai mengunjungi pantai utara Australia sekitar pertengahan abad ke-18, pertama di wilayah Kimberley, kemudian di Arnhem Land.

Mereka berlayar menggunakan perahu kayu kuno yang disebut padewakang, yang kemudian berevolusi menjadi perahu pinisi yang terkenal hingga kini.

Bukti-bukti keberadaan pelaut Bugis di Australia dapat ditemukan dalam bentuk lukisan cadas, peninggalan arkeologis, dan kata-kata serapan.

Lukisan cadas Aborigin menggambarkan perahu padewakang, rumah adat Makassar, bahkan monyet yang hanya ada di Sulawesi.

Peninggalan arkeologis meliputi harpun, kano, pohon asam, kaca, logam, dan teripang kering.

Kata-kata serapan meliputi ajira (air), Balanda (Belanda), bara (barat), bula (buluh), jara (jara), libaliba (lepa-lepa), rupiah (uang), dan umbakumba (ombak-ombak).

Hubungan antara pelaut Bugis dan suku Aborigin berlangsung hingga awal abad ke-20, ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda melarang pelayaran Bugis ke Australia.

Namun, jejak-jejak mereka tetap hidup dalam ingatan dan warisan budaya kedua belah pihak.

Pelaut Bugis adalah salah satu contoh dari peradaban maritim Indonesia yang telah menjelajahi lautan dan mengenal dunia sebelum bangsa-bangsa Barat.

Mereka adalah penemu Australia yang terlupakan oleh sejarah resmi, namun dihormati oleh orang-orang yang mengenal mereka.

Selain berdagang teripang, pelaut Bugis juga membawa pengaruh Islam ke Australia.

Mereka membangun masjid-masjid sementara dari kayu dan daun palem, dan mengajarkan ajaran Islam kepada beberapa suku Aborigin.

Beberapa Aborigin bahkan ikut berlayar ke Makassar dan belajar bahasa dan agama di sana.

Jejak Islam yang dibawa oleh pelaut Bugis masih ditemui dalam cerita lisan, seni, dan budaya suku Aborigin di Australia Utara.

Mereka memanfaatkan angin muson untuk berlayar dari Makassar ke Australia setiap tahun. Mereka juga tinggal selama beberapa bulan untuk menangkap dan mengolah teripang di darat.

Para pelaut itu juga menjalin hubungan dagang dan budaya dengan suku Aborigin, penduduk asli Australia, yang tinggal di pesisir.

Misalnya, ada cerita tentang seorang nabi yang bernama Walitha’walitha, yang diyakini sebagai perwujudan dari Nabi Muhammad SAW.

Ada juga lukisan cadas yang menggambarkan orang-orang berdoa menghadap kiblat.

Pengaruh pelaut Bugis di Australia tidak hanya dirasakan oleh suku Aborigin, tetapi juga oleh bangsa Eropa yang datang kemudian.

James Cook sendiri mengakui bahwa dia menemukan peta Australia yang dibuat oleh pelaut Makassar di kapalnya.

Peta itu menunjukkan garis pantai utara Australia dengan akurat.

Pelaut Bugis juga memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sejarah.

Mereka membantu para ilmuwan Eropa untuk meneliti flora dan fauna Australia, serta memberikan informasi tentang kehidupan dan adat istiadat suku Aborigin.

Mereka juga menjadi saksi mata dari peristiwa-peristiwa penting, seperti Pemberontakan Rum di Sydney pada tahun 1808.

Pelaut Bugis adalah pahlawan-pahlawan laut yang pantas dihormati dan diingat oleh bangsa Indonesia dan Australia.

Mereka adalah orang-orang yang berani, cerdas, dan berjiwa besar. Mereka adalah orang-orang yang membuka mata dunia akan kekayaan dan keindahan benua Australia.

Mereka adalah orang-orang yang menjembatani perbedaan dan persahabatan antara dua bangsa.

Sumber: Intisari

0/Post a Comment/Comments