KABEREH NEWS | ACEH TIMUR – Tahun 2025 menjadi momen berlapis makna bagi Aceh. Pada Agustus ini, bangsa Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, sementara Aceh menandai 20 tahun perdamaian pasca-penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Dua narasi besar ini bertemu di tengah masyarakat, memunculkan rasa bangga, namun juga kegelisahan.
Dilema Identitas
Bagi sebagian warga Aceh, 20 tahun damai adalah capaian berharga yang layak dikenang sebagai titik akhir konflik bersenjata selama tiga dekade. Namun, tidak sedikit yang melihat perayaan HUT RI masih dibayangi rasa pahit masa lalu dan janji-janji MoU yang belum sepenuhnya ditepati.
“Kalau ikut merayakan kemerdekaan, seakan kita lupa perjuangan Aceh. Kalau hanya memperingati perdamaian, dianggap menutup mata pada NKRI,” ungkap seorang tokoh masyarakat di Aceh Timur.
Janji yang Tertunda
MoU Helsinki diharapkan memberi ruang bagi Aceh mengatur dirinya sendiri secara lebih luas. Tetapi pembagian hasil sumber daya alam, kewenangan khusus, hingga pengakuan simbol daerah, dinilai belum berjalan sesuai harapan.
Kegelisahan muncul, karena dana otonomi khusus yang besar belum sepenuhnya mengubah wajah kemiskinan dan pengangguran di Aceh.
Bayang-Bayang Masa Lalu
Dua dekade damai tidak menghapus trauma perang. Bagi keluarga korban, mantan kombatan, dan mereka yang pernah merasakan dentuman senjata, perayaan tahun ini tak bisa lepas dari memori kehilangan.
Seremoni tanpa refleksi hanya akan menjadi pesta kosong.
Politik dan Pilkada
Tahun ini juga menjadi tahun panas politik Aceh menjelang Pilkada. Narasi 20 tahun damai rawan dijadikan bahan kampanye, sementara perayaan HUT RI dijaga ketat agar tidak terseret isu separatisme lama.
Generasi Damai di Tengah Persimpangan
Generasi muda Aceh yang lahir setelah perdamaian hidup tanpa suara tembakan, tapi juga tumbuh di tengah identitas ganda: sebagai warga Aceh yang punya sejarah perjuangan sendiri, dan sebagai warga negara Indonesia yang merayakan kemerdekaan.
Mereka berada di persimpangan, antara menjaga damai atau menuntut janji yang tertunda.
Tahun ini, Aceh tidak hanya merayakan. Ia sedang berkaca, menimbang makna “merdeka” dan “damai” di tengah realita yang kadang membuat keduanya terasa belum sempurna. []
Posting Komentar