Dibalik Kisruh KONI Aceh Timur, Dandy Mulai Memantik Percikan dan Delapan Pengurus Harian KONI Bermalam Di Polda Aceh


KABEREH NEWS | SAIFUL Basri (Ketua Harian) dan Sulaiman Tole (Sekretaris) bersama enam Pengurus KONI Aceh Timur, akhirnya bermalam di Mapolda Aceh, Banda Aceh.


Ini terkait kasus dugaan pengerusakan dan penganiayaan yang terjadi di Kantor KONI Aceh Timur, Kompleks Idi Sport Center, Rabu 13 Maret 2024 lalu.

Semula, kasus ini ditangani jajaran Polres Aceh Timur. Sehari kemudian, ditarik ke Polda Aceh. Akibatnya, kedelapan mereka tak dapat menjalankan ibadah puasa bersama keluarga.

Sebatas ini, tentu tak ada khilafiyah. Apa pun peristiwa yang mengandung unsur tindak pidana harus diproses secara hukum, tanpa pandang bulu. Apalagi berdasarkan keterangan korban, saksi maupun alat bukti.

Hanya saja, jika dalilnya berdasaran laporan saksi korban tentang adanya pengerusakan dan penganiayaan. Yang jadi pertanyaan adalah, seberapa besar kerugian yang ditimbulkan?

Bila ada unsur penganiayaan, maka berapa banyak jatuh korban hingga terpaksa menjalani perawatan?

Tak hanya itu, apakah kasus atau peristiwa tersebut memiliki potensi menjadi lebih besar, sehingga proses awal di Polres Aceh Timur, terpaksa atau harus ditarik ke Banda Aceh atau Mapolda Aceh?

Ini pun kembali menimbulkan tanda tanya. Sebab, ini hanya secuil peristiwa biasa yang sering terjadi di internal organisasi massa mana pun, baik pemuda, mahasiswa maupun partai politik.

Apalagi tempat kejadian perkara di Kantor KONI Aceh Timur, bukan ruang publik seperti tempat ibadah, sehingga menganggu ketertiban umum.

Bila alasannya untuk menjaga kondusifitas daerah, apalagi sebelumnya terjadi pelemparan bom molotov ke rumah Ketua Partai Aceh (PA) Aceh Timur Zulfadli Aiyub alias Keupiyah Seuke. Rasa-rasanya dalil ini terlalu dibesar-besarkan.

Kalau kemudian ditarik pada isu bahwa peristiwa tersebut sebagai upaya untuk menjegal Firman Dandy maju sebagai calon Bupati Aceh Timur, ini pun sangat prematur.

Yang beredar dan berkembang justeru sebaliknya. Diduga, Dandy bersama tim suksesnya sedang melakukan "cek ombak" mengenai seberapa jauh dan besarnya kesolidan Partai Aceh dan KPA Aceh Timur, menghadapi kontestasi Pilkada Bupati-Wakil Bupati Aceh Timur mendatang.

Apalagi, ada sejumlah kader PA dan KPA yang akan menjadi rival kuat Dandy. Sebut saja nama Sulaiman Tole dan Zulfadli Aiyub alias Keupiyah Seuke.

Jika asumsi ini benar, maka agak aneh pula jika proses hukum yang sedang berlangsung di Mapolres Aceh Timur, didasarkan pada persepsi “kebenaran” berdasarkan pemberitaan media pers dan media sosial, bukan pada keterangan korban, saksi serta alat bukti. Akhirnya ditarik ke Mapolda Aceh.

Padahal, kasus tersebut sangat lokal dan internal serta bisa diselesaikan secara musyawarah berdasarkan kekeluargaan bersama tokoh dan pejabat daerah di Aceh Timur.

Apalagi si pelapor yaitu Firman Dandy hanya seorang kepala bidang (kabid) di jajaran pemerintah Kabupaten Aceh Timur, yang notabene memiliki atasan atau pimpinan? Tapi faktanya tidak demikian. Begitu digdayakah dia?

Kalau sudah begini, logika terbalik pun muncul. Sebenarnya, siapa yang memancing terjadinya potensi pergesekan di Aceh Timur. Delapan pengurus harian KONI yang kini sudah diboyong ke Banda Aceh dan ditetapkan sebagai tersangka atau Firman Dandy?

Ini menjadi penting. Jika Forkopimda dan tokoh Aceh Timur tidak segera menyelesaikan masalah tadi dengan kearifan lokal, bukan mustahil akan menjadi lebih melebar.

Alasannya, Dandy telah mulai memantik percikan, yang sewaktu-waktu dapat dengan mudah membakar ilalang kering. Karena itu, bila Dandy yang memulai, maka Dandy pula yang harus menghentikannya.

Apalagi, berbagai elemen masyarakat di Aceh Timur mendesak pejabat Forkopimda setempat, untuk mengambil inisiatif jalan damai, bermusyawarah dan mufakat serta kekeluargaan.

Jika ada pihak yang menolak, maka jelaslah sesungguhnya siapa yang bermain dalam kasus ini.(Bersambung).

Sumber : Modusaceh.co

0/Post a Comment/Comments