Kesenangan vs Ketenangan ''True Happiness vs Material Plesure'', Happiness Inside You


"[NASIHAT DIRI] Ketenangan Vs Kesenangan (True Happiness Vs Material Plesure)"


Semua yang ada di dunia ini segalanya sudah menjadi kehendak Allah Ta'ala. Itu betul tanpa perlu ada keraguan sedikitpun. Semua disebut sebagai takdir-NYA. Sebab sudah pasti, hal ini tidak perlu di perdebatkan oleh siapapun.

Termasuk dalam kehendak dan pengetahuan-NYA pula adalah setiap pilihan-pilihan dalam hidup kita. Artinya ada ruang "kebebasan" bagi setiap orang untuk memutuskan dalam memikirkan, mengucapkan dan berbuat sesuatu. Inilah yang penting untuk menjadi perhatian bagi seseorang.

Dari apa yang "dikuasi" oleh manusia itulah yang akan punya konsekuensi apakah dicintai oleh-NYA atau sebaliknya. Dari setiap pilihan kita inilah akan berdampak apakah diridhai-NYA atau sebaliknya. Dari sinilah apakah akan menjadi kebaikan sehingga mendapatkan pahala dan bernilai ibadah atau sebaliknya.

Pada persoalan rejeki misalnya. Takaran rejeki seorang hamba sudah dipastikan kadar dan batasnya sepanjang ia hidup di dunia. Itu tidak perlu didiskusikan. Yang perlu menjadi perhatian hamba; Pertama adalah bagaimana cara kita memperolehnya dan bagaimana kita mengeluarkannya (membelanjakan rejeki berupa materi). Karena itulah yang akan dihisab oleh-NYA.

Kedua, seseorang perlu memahami bahwa sesungguhnya terdapat berlimpah rejeki yang tidak berwujud layaknya uang dan lainnya. Kemudahan kita dalam beribadah, kebaikan perbuatan kita dan sebagainya adalah bentuk rejeki yang sering kita lupa dan tidak disadari.

Ketiga, berburu rejeki baik yang berwujud maupun yang tidak adalah dalam rangka ibadah untuk memantaskan seseorang menjadi hamba yang sholih. Ia adalah cara untuk mendekatkan diri kepada-NYA, bukan sebagai tujuan.

Keempat, rejeki seorang hamba adalah bukan permasalahan seberapa banyak. Akan tetapi soal mengelola dan menikmati rasa syukur dan penerimaan terhadap segala hal dalam hidup. Bukan persoalan kaya atau miskin, karena itu adalah soal pilihan dan mental. Tetapi soal rasa kecukupan yang berlimpah berkah. Artinya, setiap penambahan rejeki semestinya akan selaras dengan bertambahnya kebaikan dan kedekatan kita dengan-NYA. Itulah berkah.

Kelima, sejatinya rejeki adalah apa yang kita makan, apa yang kita pakai dan apa yang kita berikan kebermanfaatannya bagi sesama. Dari sini kita dianjurkan memiliki mental kaya, dalam arti suka berbagi. Bahkan tidak salah dan bisa menjadi jalan kemuliaan jika mampu memperoleh level orang kaya dalam pandangan manusia. Semua akan baik jika disandarkan pada keimanan yang kokoh.

Keenam, apa yang sebenarnya dikejar di dunia selain karena harapan agar mendapat cinta dan ridha dari-NYA. Oleh karenanya jagalah ketenangan jiwa dan pikiran baik dalam kondisi sempit ataupun longgar. Ingat ketenanganlah yang semestinya dicapai di dunia. Apakah tidak boleh "galau atau risau" ? Tentu boleh. Tinggal bagaimanaa menyikapinya dengan bersandar dan meminta kepada-NYA. 

Ketujuh, semua pemahaman di atas sudah banyak diketahui oleh seseorang. Memang sulit dalam menancapkan dalam hati dan perbuatan hamba. Namun semuanya akan mudah jika terus "memaksa diri" untuk meyakinkan diri kita bahwa ada kehidupan yang "lebih hidup" setelah jatah umur di dunia habis, yakni kehidupan akhirat.

Pada akhirnya, bukan hanya kesenangan sesaat karena materi dan pernak-pernik dunia. Akan tetapi terpenting adalah ketenangan jiwa dan pikiran karena ada Allah Ta'ala sebagai sandarannya. Jangan siakan potensi baik kita jika masih ada ketakutan, "was-was" dan kekhawatiran terhadap kasih sayang dari-NYA. Takut, khawatir dan "was-was" lah jika ada kewajiban yang ditinggalkan dan larangan yang dikerjakan. Allahu a'lam.***

Oleh: Lutfi S. Hidayat
Eterna Foundation Purbalingga
Ahad, 16 Juli 2023

Editor: Ayahdidien sck 

0/Post a Comment/Comments