Pakar Ungkap Praktik "Dukun Pajak" di Kalangan Pegawai DJP

KABEREH NEWS | JAKARTA - Praktik pegawai pajak yang merangkap menjadi "dukun" atau konsultan bagi wajib pajak tertentu menjadi salah satu pelanggaran yang kerap terjadi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menurut mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, praktik pegawai pajak yang menjadi konsultan bagi wajib pajak sudah pernah dikeluhkan sebelumnya. 

"Dulu zaman Pak Fuad Rahmany (Dirjen Pajak 2011-2024) mengeluh, 'Ini mereka banyak yang menjadi dukun,' katanya," kata Yunus dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (9/3/2023). "Dukun dipelihara oleh wajib pajak sebenarnya. Jadi, dia jadi konsultan.

Bisa juga dia kasih tax planning, bisa juga dia kasih kemudahan-kemudahan untuk perpajakan," lanjut Yunus. Baca juga: KPK Sebut Pemeriksa Pajak Tak Boleh Rangkap Jadi Konsultan Pajak

Pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu Diduga Lakukan Pencucian Uang Menurut Yunus, praktik pegawai pajak yang merangkap menjadi konsultan sudah berlangsung lama. Akan tetapi, lambat laun jumlahnya berkurang karena penegakan hukum. "Jadi Pak Fuad dulu pernah.

Dia tanya ke mereka, 'Wajib pajak ini masih jadi warga binaan enggak?' Ternyata masih ada yang mau ngaku. tapi sedikit, tidak banyak," ucap Yunus.

Yunus kemudian memaparkan cara para pegawai pajak yang merangkap menjadi konsultan mengakali aturan buat meringankan wajib pajak.

Salah satu caranya adalah membuat perencanaan pajak atau tax planning bagi wajib pajak tertentu.

Tujuan dari tax planning adalah supaya wajib pajak bisa terhindar dari kewajiban membayar atau memangkas jumlah pajak yang seharusnya dibayar dan nilainya sudah ditentukan negara.

"Tax planning ini bagaimana mengatur pajak dari perusahaan atau seseorang biar dia nanti dari sudut perpajakan aman. Dan di sini kan menyimpang.

Diatur oleh si konsultan yang orang pajak ini ya yang disebut 'dukunnya' dari si warga binaan wajib pajak itu," ucap Yunus yang merupakan pakar tindak pidana korporasi dan ahli hukum perbankan.

Sebelumnya diberitakan, kinerja Direktorat Jenderal Pajak menjadi sorotan setelah mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo diduga mempunyai jumlah kekayaan tak wajar. Harta tak wajar Rafael terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.

Rafael yang merupakan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar di dalam LHKPN. Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.

Rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum, serta konsultan pajak yang diduga terkait dengan Rafael.

PPATK sebelumnya menyatakan sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003 karena tidak sesuai profil dan menggunakan nominee atau kuasa.

PPATK juga mendapat informasi dari masyarakat mengenai konsultan pajak terkait Rafael melarikan diri ke luar negeri.

Diduga ada dua orang mantan pegawai Ditjen Pajak yang bekerja pada konsultan tersebut. KPK pun sudah mengantongi dua nama orang itu.

Adapun KPK sudah memutuskan membuka penyelidikan dugaan tindak pidana terkait harta kekayaan Rafael. Dalam proses ini, KPK akan mencari bukti permulaan dugaan tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan memutuskan memecat Rafael setelah melakukan audit. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun dilaporkan menyetujui pemecatan Rafael.

Istri Rafael Alun Sri Mulyani bahkan membubarkan klub pengendara motor pegawai Ditjen Pajak, Belasting Rijder, sebagai dampak dari kasus Rafael.

Sumber artikel : Kompas.com
Pewarta : Ayahdidien 

0/Post a Comment/Comments