Aceh, KABEREH NEWS -- Proyek rehab rumah dinas Ketua DPRA senilai Rp 4,7 miliar menjadi sorotan tajam publik, mempertanyakan prioritas anggaran di tengah bencana melanda Aceh. Sementara ribuan warga masih terperangkap di pengungsian, proyek ini dikebut dengan dalih "kebutuhan mendesak".
Gubernur Aceh, Mualem, telah menyaksikan langsung dampak bencana, namun kritik terus mengalir ke arah pemerintah. "Ini ironi di tanah Rencong, di mana nyawa manusia lebih murah dari tembakan senapan," kata seorang aktivis sosial.
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan percepatan bantuan, namun anggaran triliunan yang dijanjikan terkesan terlambat. Apakah prioritas pemerintah sudah tepat?
Pemerintah Aceh didesak untuk melakukan refocusing APBA-P 2025 dan Raqan APBA 2026 untuk penanganan banjir dan tanah longsor. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai rata-rata alokasi dana masih di lingkup pengadaan dan program nonfisik, yang tidak lagi sesuai dengan kondisi lapangan.
Koordinator MaTA, Alfian, meminta Pemerintah Aceh mengutamakan kepentingan masyarakat dalam penentuan pos-pos anggaran di Raqan APBA 2026. "Pemerintah Aceh harus mengambil peran penuh terutama dari posisi anggaran," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, telah menyiapkan anggaran sebesar Rp60 triliun untuk pemulihan bencana di Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Aceh. Anggaran ini berasal dari hasil efisiensi anggaran kementerian dan atau lembaga (KL). (*)
Posting Komentar