OPINI, KABEREH NEWS | Dalam situasi bencana, hidup harus menjadi mata uang termahal. Tapi sepertinya di Indonesia sekarang, ada "mata uang" lain yang diperjuangkan di tingkat atas. Itu adalah martabat dan ego nasional.
Isu banjir dan longsor di Aceh kali ini bukan hanya bencana alam yang normal. Ini telah berubah menjadi drama politik yang agak panas antara Pemerintah Pusat di Jakarta dan Pemerintah Propinsi di Aceh.
Di satu sisi, Presiden Indonesia, Prabowo, mengeluarkan narasi bahwa Indonesia dapat mengelola bencana ini secara "Mandiri" atau sendiri. Jakarta menegaskan bahwa mereka tidak ingin dipandang lemah atau terlalu bergantung pada bantuan asing seperti di era tsunami 2004.
Tapi kenyataan di lapangan, ceritanya begitu berbeda. Masyarakat Aceh sedang "makan hati" dan menderita kelapangan. Banyak jalan yang rusak, suplai obat belum sampai dan bantuan dari pusat disebut sangat lambat untuk mencapai daerah
[12/12 16.11] Meta AI: *Bencana di Aceh: Martabat atau Nyawa?*
Dalam situasi bencana, hidup harus menjadi mata uang termahal. Tapi sepertinya di Indonesia sekarang, ada "mata uang" lain yang diperjuangkan di tingkat atas. Itu adalah martabat dan ego nasional.
Isu banjir dan longsor di Aceh kali ini bukan hanya bencana alam yang normal. Ini telah berubah menjadi drama politik yang agak panas antara Pemerintah Pusat di Jakarta dan Pemerintah Propinsi di Aceh.
Di satu sisi, Presiden Indonesia, Prabowo, mengeluarkan narasi bahwa Indonesia dapat mengelola bencana ini secara "Mandiri" atau sendiri. Jakarta menegaskan bahwa mereka tidak ingin dipandang lemah atau terlalu bergantung pada bantuan asing seperti di era tsunami 2004.
Tapi kenyataan di lapangan, ceritanya begitu berbeda. Masyarakat Aceh sedang "makan hati" dan menderita kelapangan. Banyak jalan yang rusak, suplai obat belum sampai dan bantuan dari pusat disebut sangat lambat untuk mencapai daerah pedalaman.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau lebih dikenal dengan Mualem, membuat pernyataan yang bisa dikatakan "menampar" wajah birokrasi Jakarta. Dia secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak akan pernah memblokir bantuan internasional yang masuk.
"Mereka membantu kami, mengapa kami begitu sulit?" kata Mualem.
Kenyataan ini sederhana namun sangat dalam. Bagi Mualem, tidak ada gunanya membicarakan martabat negara jika rakyat sendiri mati kelapangan di depan mata.
Dan "teman" pertama yang menghulurkan tangan tanpa pertanyaan adalah Malaysia. Gubernur Aceh sendiri mengonfirmasi bahwa bantuan dari Malaysia, khususnya tim medis dan farmasi, sudah mendarat di sana.
Tindakan Malaysia sangat tepat waktu. Kami tidak menunggu rumitnya lampu hijau birokrasi dari Jakarta. Kami mengirim karena kami tahu saudara-saudara kami di Serambi Mekkah sedang dalam kesulitan.
Aksi Gubernur Aceh menerima bantuan Malaysia mendapat pujian luar biasa dari netizen Indonesia sendiri. Rata-rata netizen di media sosial mengutuk sikap "penolakan" pemerintah pusat yang menganggap situasi terkendali meskipun kenyataannya parah.
Banyak yang mengungkapkan ketidak puasanya dengan membandingkan jasa Jakarta dengan Pulau Jawa vs Pulau Sumatra (Aceh). Ada narasi sedih yang tergeletak di sekitar mengatakan: "Coba kalau bencana ini terjadi di Jawa atau Jakarta, dijamin bantuan melimpah sampai tidak muat di gudang. Tapi ketika terjadi di Aceh, sibuk ngurusin protokol."
Aceh sepertinya sekali lagi merasa seperti mereka "diaktifkan" meskipun mereka merupakan penyumbang utama sejarah kemerdekaan Indonesia.
Situasi ini mengajarkan kita satu hal tentang kepemimpinan. Ada saatnya, kita harus menjaga kedaulatan negara secara ketat. Namun ada saatnya, kita harus menurunkan ego dan menerima bantuan teman untuk menyelamatkan nyawa umat.
Malaysia hadir bukan untuk memamerkan pahlawan atau merusak kemampuan Indonesia. Kami disini karena kami tau arti "cubit paha kanan, paha kiri terasa".
Hubungan Aceh dan Melayu Semenanjung bukan setahun dua tapi sudah ratusan tahun darah daging bersatu.
Tindakan Mualem "melanggar arus" arahan pusat demi rakyatnya adalah sebuah keberanian yang patut dipuji. Biarlah atasan bertengkar soal protokol, yang penting perut rakyat terisi dan nyawa bisa diselamatkan.
Terima kasih rakyat Malaysia yang bertindak cepat. Dan salut sama Gubernur Aceh yg berjiwa besar. Sesungguhnya persaudaraan Islam melintasi batas politik dan birokrasi.
Semoga Aceh dan semua daerah yang terkena banjir cepat pulih seperti sekarang. Amin.(*)
Penulis : Mazlan Syafie
#PrayForAceh #Bencana #Banjir #Nasional #Internasional #Malaysia #Turki #Rusia #Australia #Amerika #Kadana #Jepang #ArabSaudi #Prancis #Libya #GAM #Dermak #Belanda #TotalPolitik #Prabowo #Sumatera #Aceh #Mualem
Posting Komentar