Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nasir Djamil, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, 10 September 2025. TEMPO/Dani Aswara.
KABEREH NEWS | ANGGOTA Komisi III DPR Nasir Djamil menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan di institusi sipil.
Dia mengatakan, putusan tersebut memang sejalan dengan semangat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Namun, dalam UU tersebut diteguhkan pula jika kepolisian merupakan institusi non-kombatan.
"Polisi institusi sipil, jadi sebetulnya jika ada anggota kepolisian yang di tempatkan di lembaga sipil itu sesuatu yang tidak bertentangan," kata Nasir saat ditemui di Kompleks DPR, Kamis, 13 November 2025.
Apalagi, dia melanjutkan, anggota kepolisian yang ditempatkan di jabatan sipil tentu telah memperoleh pertimbangan akan pengetahuan dan kapasitasnya untuk menduduki jabatan tersebut.
Kendati begitu, Nasir mengatakan, menghormati apa yang telah diputuskan Mahkamah dalam gugatan uji materi Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
"Bahwa kami menghormati putusan Mahkamah, ya. Tetapi, saya berpendapat jika itu sebetulnya tidak salah," ujar legislator fraksi PKS itu.
Adapun, dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menilai jika frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2022 membuka ruang multitafsir.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, ketentuan dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2022 menyebutkan, jika anggota kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Ridwan melanjutkan, dalam pertimbangan hukum, Mahkamah juga menyinggung soal ketentuan Pasal 10 ayat (3) TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 yang menegaskan anggota Polri yang akan menduduki jabatan di luar kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun. "Rumusan tersebut bersifat expressis verbis dan tidak memerlukan tafsir lain," kata Ridwan.
Pada putusan ini, terdapat pertimbangan hukum berbeda yang disampaikan Hakim konstitusi Arsul Sani, dan pendapat berbeda yang disampaikan Hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Guntur Hamzah.
Daniel dan Guntur menilai bahwa perkara yang diajukan para pemohon bukan menyangkut konstitusionalitas norma, melainkan implementasi UU. "Maka, permohonan para pemohon seharusnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum," tulis mereka dalam pendapat berbeda.(*)
Sumber : TEMPO
Posting Komentar