Foto Ai, hanya ilustrasi.
ANGGAP saja ini hiburan di saat situasi negara lagi panas. Bukan pengalihan isu. Demo ada di mana-mana. Otak sopir bank ini jalan. Uang 10 miliar yang ada di belakangnya dibawa kabur. Duh, seru ni. Mari nikmati narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Sebuah kota yang sudah panas oleh aksi demo mahasiswa tiba-tiba makin mendidih gara-gara kabar aneh, seorang sopir bank membawa kabur uang sepuluh miliar rupiah. Ya, sepuluh miliar, angka yang kalau diikat pakai karet gelang bisa dipakai jadi tangga darurat ke bulan. Kronologi resminya simpel, sopir mengantar pegawai ambil uang dari Bank Indonesia dan Bank Jateng, pegawai izin sebentar ke toilet, balik-balik mobilnya sudah raib. Sesederhana itu. Tapi justru di situlah absurditasnya. Publik pun langsung terbagi dua kubu. Ada yang yakin ini aksi spontan penuh nafsu, dan yang percaya ini operasi rahasia yang dirancang selevel film Hollywood.
Mari kita bedah, wak! Kalau spontan, berarti si sopir lagi nyetir, lihat tumpukan uang segunung di belakang kursi, lalu setan di pundaknya berbisik, “Gas, bro, ini kesempatan hidup sekali.” Ia pun injak pedal, kabur entah ke mana. Tanpa rencana, tanpa logistik, tanpa jaringan. Biasanya, pelaku seperti ini akan tertangkap cepat. Panik, salah langkah, beli rokok pakai uang baru, ketahuan CCTV, atau malah nyangkut di portal parkir komplek. Spontanitas adalah kelemahan, dan polisi gampang melacak.
Tapi kalau direncanakan, wah, ceritanya beda. Bayangkan, sopir ini bukan orang sembarangan. Mungkin ia sudah hafal jadwal pengiriman uang, tahu titik buta CCTV, bahkan punya safe house yang lebih aman dari bunker presiden. Ia bisa menukar mobil, menyamarkan identitas, memanfaatkan jaringan gelap yang siap menjemput. Bahkan bukan tidak mungkin, sepuluh miliar itu sudah dipecah ke koper-koper kecil, dialirkan ke rekening offshore, atau ditukar jadi aset digital yang lenyap di blockchain. Kalau sudah level ini, polisi hanya bisa garuk-garuk kepala sambil bilang, “Identitas pelaku sudah dikantongi,” padahal yang dikantongi cuma fotokopi KTP.
Di sinilah teori konspirasi mekar indah. Ada yang bilang, sopir itu sebenarnya agen rahasia yang ditugaskan untuk menguji keamanan sistem bank nasional. Ada yang percaya, ini bagian dari drama pengalihan isu biar rakyat lupa sama RUU yang mandek di DPR. Bahkan gosip lebih liar menyebut, sopir ini reinkarnasi Robin Hood yang lahir di Wonogiri, salah kamar, salah zaman, salah target. Kalau film Hollywood bisa bikin Tom Cruise nempel di pesawat, kenapa kita tak bisa punya sopir bank yang kabur dengan miliaran sambil senyum ke kamera CCTV?
Sementara itu, bank buru-buru klarifikasi. Dana nasabah aman. Tentu saja aman, karena yang kabur bukan duit tabungan emak-emak lima puluh ribu per bulan, tapi uang besar yang biasanya ditangani dengan prosedur super ketat. Tapi nyatanya, super ketat itu bisa bobol hanya dengan satu sopir yang punya nyali. Publik pun menertawakan ironi ini. Demo mahasiswa yang menuntut perampasan aset koruptor jadi punya selingan hiburan, tontonan nyata perampasan aset versi kilat. Tanpa rapat paripurna, tanpa revisi undang-undang, tanpa pidato presiden. Cuma satu mobil, satu sopir, satu momen.
Kini masyarakat menunggu endingnya. Apakah ini akan jadi kisah “tertangkap dengan mudah” atau “hilang selamanya”? Kalau gampang ketangkap, berarti spontan, tidak cerdas, dan hanya berumur pendek. Tapi kalau berbulan-bulan tak ada kabar, maka yakinlah, ini bukan sekadar kabur, ini adalah operasi berskala internasional. Mungkin sebentar lagi Netflix akan merilis dokumenternya dengan judul, The Driver: The Ten Billion Escape.
Dunia memang panggung sandiwara, wak. Ada mahasiswa demo di depan gedung DPR, ada sopir bank kabur dengan sepuluh miliar, ada publik yang terhibur di antara tragedi. Semua absurd, semua kocak, semua terasa seperti skrip yang ditulis oleh penulis naskah mabuk kopi susu. Lalu, kita, penonton setia, hanya bisa menunggu plot twist berikutnya.
Penulis : Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Posting Komentar