Suatu sore yang hangat pada tahun 1944, seorang fotografer Amerika, Robert Langston, mendapati dirinya sedang trekking melalui hutan lebat di Afrika. Misinya adalah untuk menangkap esensi benua itu—kehidupan liar, masyarakatnya, dan cara hidup yang berkembang di tengah pergolakan. Dunia sedang berada di tengah Perang Dunia II, tetapi Afrika tampaknya belum tersentuh, seperti tempat perlindungan sendiri. Robert tidak tahu bahwa perjalanannya akan membawanya pada sesuatu yang akan mengubah cara dunia melihat batas kekuatan manusia.
Bab 1: Pertemuan
Robert mengusap keringat dari dahinya saat ia melangkah lebih dalam ke desa. Ia telah menghabiskan berminggu-minggu mendokumentasikan hewan dan suku terpencil, tetapi daerah ini terasa berbeda. Ada rasa misteri di sekitarnya. Saat ia berjalan melewati sekelompok anak-anak yang sedang bermain di tanah, matanya tertuju pada sosok di kejauhan—seorang pria yang menjulang di atas yang lain.
“Siapa itu?” tanya Robert kepada pemandunya, Jomo, yang berdiri di sampingnya.
Jomo memandang Robert dengan tatapan hati-hati. “Itu Benga, sang pejuang. Dia… berbeda dari yang lain.”
Rasa ingin tahu Robert semakin meningkat, ia mendekati pria itu. Benga sangat tinggi—lebih tinggi dari pria mana pun yang pernah dilihat Robert—dan otot-ototnya sangat besar, seperti sesuatu yang keluar dari mitos. Kehadiran pria itu begitu mengesankan, namun ada ketenangan dalam sikapnya yang menunjukkan kebijaksanaan di luar usianya.
“Benga,” sapa Robert dengan Swahili yang terbata-bata. “Saya Robert Langston, seorang fotografer dari Amerika. Bolehkah saya memotret Anda?”
Benga menatapnya lama, matanya dalam dan penuh pemikiran. Akhirnya, dia mengangguk.
“Silakan,” katanya, suaranya dalam namun kuat.
Bab 2: Foto
Robert dengan cepat menyiapkan kameranya dan mulai memotret Benga. Fisik besar sang pejuang tampak hampir tidak nyata saat dia berdiri di bawah sinar matahari, kulitnya berkilau dengan keringat panas. Otot-otot di lengan, dada, dan kakinya tidak seperti apa pun yang pernah dilihat Robert. Dia tampak seperti patung hidup, sebuah karya seni yang dipahat dari kekuatan mentah.
Saat Robert terus memotret, Jomo mendekatinya dengan hati-hati. “Anda harus mengerti, Robert. Benga bukanlah orang biasa. Kekuatan dirinya legendaris, dan cerita tentangnya… melampaui dunia ini.”
Robert menurunkan kameranya dan berbalik kepada Jomo. “Apa maksud Anda dengan itu?”
Jomo mendekat, suaranya berbisik. “Mereka bilang Benga bisa mengangkat batu besar dengan tangan kosong, bahwa dia telah mengalahkan sekelompok penyerang sendirian. Beberapa bilang dia memiliki kekuatan sepuluh orang, tapi yang lain bilang itu lebih dari itu… sesuatu yang lebih… supernatural.”
Rasa ingin tahu Robert semakin besar. “Anda mengatakan bahwa pria ini lebih kuat dari manusia lain?”
Jomo mengangguk dengan serius. “Ada bisikan… bahwa dia lebih dari sekadar manusia.”
Bab 3: Legenda
Malam itu, saat desa berkumpul di sekitar api, Robert duduk bersama Benga, Jomo, dan para tetua. Api yang berderak menerangi wajah orang-orang, ekspresi mereka campuran rasa hormat dan kagum saat mereka berbicara tentang prestasi legendaris Benga.
“Dia pernah membunuh seekor singa dengan tangan kosong,” kata seorang tetua, suaranya penuh rasa hormat.
“Bukan hanya seekor singa,” tambah tetua lainnya. “Satu kelompok singa. Dia adalah pelindung kami.”
Benga duduk diam, mendengarkan cerita-cerita itu, tetapi dia tidak banyak berbicara. Seolah-olah dia sudah terbiasa dengan kisah-kisah itu, penghormatan yang mengelilinginya. Robert tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, berapa banyak dari legenda itu yang benar—dan berapa banyak yang hanya dibesar-besarkan.
Akhirnya, Benga berbicara, suaranya yang dalam memecah keheningan. “Bukan kekuatan tubuh yang penting,” katanya. “Yang penting adalah kekuatan jiwa.”
Robert menatapnya, terpesona. “Tapi bagaimana dengan kekuatan fisik Anda? Itu tidak seperti apa pun yang saya lihat.”
Mata Benga melembut. “Saya telah melatih tubuh saya selama bertahun-tahun, tapi bukan otot yang membuat saya kuat. Itu adalah keinginan untuk melindungi. Kekuatan pikiranlah yang sebenarnya memberikan kekuatan.”
Bab 4: Misteri Terungkap
Hari-hari berlalu, dan Robert mengambil lebih banyak foto, masing-masing menangkap kekuatan fisik Benga dan sikapnya yang tenang. Tetapi semakin banyak yang Robert pelajari tentang Benga, semakin banyak pula pertanyaan yang muncul. Ia mendengar rumor dari penduduk setempat—cerita tentang bagaimana kekuatan Benga tidak sepenuhnya manusiawi, bagaimana dia tampaknya mengakses kekuatan kuno.
Suatu malam, Robert duduk bersama Benga sendirian di sekitar api, cahaya yang berkedip-kedip melempar bayangan panjang. “Benga, ada cerita… legenda tentang kekuatan Anda. Beberapa bilang itu datang dari dewa-dewa. Yang lain bilang itu… sesuatu yang lain. Apa yang Anda percayai?”
Pandangan Benga menjadi jauh, seolah-olah dia melihat sesuatu yang jauh di luar api. “Saya tidak mencari untuk menjadi legenda, Robert. Saya adalah seorang pria yang melindungi rakyat saya. Apa yang mereka katakan… tidak penting. Yang penting adalah perjuangan untuk bertahan hidup.”
Robert mengangguk, meskipun misteri itu tetap ada di benaknya.
Bab 5: Warisan Foto
Ketika Robert kembali ke Amerika, ia mengembangkan foto-foto dari perjalanannya. Di antara mereka, gambar Benga menonjol. Foto itu menunjukkan dia berdiri tegak, otot-ototnya berkilau di bawah sinar matahari, sosok yang tenang namun kuat. Gambar itu menjadi viral, menyebar ke seluruh dunia, memicu ketertarikan dan rasa ingin tahu.
Orang-orang mulai memanggilnya “Hulk Sejati,” sebuah julukan yang tetap melekat. Foto itu, meskipun misterius dan memikat, menimbulkan pertanyaan. Bagaimana bisa satu pria memiliki kekuatan luar biasa seperti itu? Apakah itu hasil dari pelatihan yang ketat, atau ada sesuatu yang lebih dari itu?
Bab 6: Kebenaran Terungkap
Bertahun-tahun kemudian, Robert kembali ke Afrika, berharap untuk mempelajari lebih lanjut tentang pria yang telah menjadi legenda. Ia mengunjungi desa tempat ia bertemu dengan Benga, tetapi sang pejuang sudah hilang. Penduduk desa memberitahunya bahwa Benga telah menghilang ke gunung, tak pernah terlihat lagi.
“Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi,” kata Jomo menjelaskan. “Dia pergi tanpa sepatah kata pun, seperti bayangan yang menghilang di malam hari.”
Robert berdiri diam, melihat jalan kosong tempat Benga dulu berjalan. Misteri “Hulk Sejati” tetap belum terpecahkan, tetapi satu hal yang pasti—ceritanya telah menjadi bagian dari sejarah dunia, simbol kekuatan, baik fisik maupun spiritual.
Dan demikianlah, legenda Benga terus hidup, pengingat akan misteri luar biasa yang dimiliki dunia, menunggu untuk ditemukan.
Dikutip dari Sumber Asli : © 2025 Lebizook
Posting Komentar