Pelatihan Keterampilan Masyarakat Aceh Utara Belum Merata

KABEREH NEWS | ACEH UTARA – Balai Latihan Kerja dan Industri (BLKI) Kabupaten Aceh Utara belum mampu meratakan pelatihan keterampilan bagi masyarakat Aceh Utara yang berdomisili jauh dengan Lokasi BLKI seperti kecamatan Langkahan, Seuneudon, Paya Bakong, Geureudong Pasee, Muara Batu dan kecamatan Sawang.

Minimnya peserta yang mendaftar dari sejumlah kecamatan yang tersebut diatas baik melalui aplikasi Kios IM3 atau dengan mendaftar langsung di BLK.

Kepala UPTD BLKI Aceh Utara Nur Akmal, SE, menduga peserta yang jauh dengan lokasi BLK membutuhkan perjuangan yang besar untuk mengikuti pelatihan disebabkan perjalanan yang jauh.

"Bahkan ada kecamatan di Aceh Utara tidak ada perwakilan yang mendaftar sama sekali ketika ada paket pelatihan", tutur Nur Akmal.

Meski lokasi BLKI yang strategis berada di tengah tengah Aceh Utara, tepatnya di Gampong Blang Adoe, Dusun Krueng Inoeng, Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara. Hal itu belum mampu memaksimalkan pelayanan terhadap warga Aceh Utara untuk mengasah keterampilan di BLKI.

Kisruh kepemilikan lahan milik almarhum Idris Radja yang digugat oleh ahli waris menjadi salah satu alasan gagalnya mendapatkan anggaran yang bersumber dari Otonomi Khusus (OTSUS) Aceh sebesar 6 Milyar Rupiah pada tahun 2019 silam untuk pembangunan Asrama dan Pagar ditambah dengan gagalnnya bantuan perlengkapan asrama dari Kementrian (Kemnaker) Pusat.

Dalam kesempatan yang sama sejumlah jurnalis mempertanyakan perihal sengketa lahan BLKI kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara, dalam kesempatan tersebut Arafat mengatakan bahwa sudah jauh hari dirinya meminta kepada Pemerintah Aceh Utara menyelesaikan persoalan sengketa lahan kepemilikan aset Kabupaten Aceh Utara.

"Jika kita lihat dari sejarah sejak dari dulu lahan ini milik Gampong Blang Ado Kecamatan Kuta Makmur,
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara harus serius dan betul-betul memperjuangkan kepemilikan lahan tersebut", Ujar Arafat.

Jangan diabaikan dengan keputusan tidak dilengkapi dengan ketentuan syarat administrasi yang lengkap.
Menurut Arafat, sengketa sebagian lahan aset Aceh Utara yang dimenangkan oleh warga desa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe ini menurut saya sangat rancu. Persoalan ini bukan masalah milik tanah warga Lhokseumawe tapi ini masalah Batas Aceh Utara dengan Lhokseumawe," Tegasnya Arafat.

Dalam kesempatan yang berbeda, salah satu ahli waris almarhum Idris Radja, Cut Aloh (40) membenarkan kisruh sengketa lahan yang di nyatakan milik keluarganya itu sudah berlangsung dari tahun 2017 hingga saat ini, bahkan Cut Aloh menuturkan, dari hasil persidangan perdata atas sengketa tanah antara pemerintah kabupaten Aceh Utara dan keluarga Idris Raja mulai dari Pengadilan Negeri Lhokseumawe Klas lB dengan PUTUSAN Nomor 14/Pdt.G/ 2017/PN LSM, dan PUTUSAN banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 24/PDT/2018/PT BNA, hingga Kasasi ke Mahkamah Agung PUTUSAN Nomor 3080 K/Pdt/2018, dan dibarengi dengan PUTUSAN Nomor 323 PK /Pdt/2020 Mahkamah Agung (MK).

"Keseluruhan putusan dimenangkan pihak penggugat atas nama ahli waris Idris Raja atau anak - anak dari almarhum Idris Raja, jadi semua itu adalah keputusan hukum yang sah sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam perkara perdata sengketa tanah", papar Cut Aloh.

Cut Aloh menyatakan, pihaknya meminta kepada Pemerintah Aceh Utara untuk melakukan ganti rugi atas lahan yang saat ini didirikan bangunan BLK. Pihaknya tidak mempersoalkan tapal batas antara Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.

"Kami hanya ingin meminta ganti rugi atas lahan kami yang sudah digunakan cukup lama oleh Pemerintah Aceh Utara sesegera mungkin dan kami tidak mempersoalkan tapal batas wilayah Aceh Utara dan Pemko Lhokseumawe, perihal itu biar pemerintah yang berwenang yang menyelesaikannya dengan baik", tutup Cut Aloh.(Red)


0/Post a Comment/Comments