Momen Ketua DPR Aceh Minta Pendemo Tambah Tuntutan Aceh Pisah dari NKRI

Momen Ketua DPR Aceh Minta Pendemo Tambah Tuntutan Aceh Pisah dari NKRI. Ketua DPR Aceh Zulfadhli (pegang mic) saat menanggapi tuntutan demonstrasi, Senin, 1 September 2025 | Foto: Pintoe.co/Muzwari

Banda Aceh – Momen Ketua DPRA Minta Pendemo Tambah Tuntutan Aceh Pisah dari NKRI

Dalam sebuah momen mencengangkan di tengah aksi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat Aceh di depan Gedung DPRA pada Senin, 1 September 2025, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli—yang akrab disapa Abang Samalanga—secara eksplisit menambahkan penambahan satu tuntutan.

“Atau pun minta poin satu lagi, pisahkan aja Aceh dari Pusat. Mau tulis, biar aku teken,” ujar Zulfadhli di hadapan massa aksi setelah membaca dan menandatangani tujuh poin tuntutan utama.

Seperti diketahui, Zulfadhli adalah politisi Partai Aceh yang mendirikan pimpinan politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mewakili Aceh pisah dari NKRI sebelum menandatangani perjanjian damai MoU Helsinki dengan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005. 

Pernyataan itu langsung memicu sorakan dan teriakan “merdeka” dari para demonstran. Namun, sebagian massa cepat mengingatkan agar tetap fokus pada tuntutan utama dan tidak terprovokasi. Beberapa anggota DPRA bahkan terlihat turun tangan, meredakan ketegangan di lokasi.

Tak jelas benar apakah Zulfadhli melontarkan pernyataan itu dengan serius atau bercanda. Ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi pernyataan tersebut, Zulfadhli meminta media menyebutkan apa adanya:

“Apa yang ada di situ kalian tulis terus, yang tadi aja ya bahannya,” katanya, menegaskan bahwa pernyataannya harus dilaporkan secara harfiah.

Aksi pemaparan di DPR Aceh, Senin, 1 September 2025 | Pintoe.co
Ketua DPR Aceh Zulfadhli (jaket hitam) mendengarkan aspirasi pendemo di depan Gedung DPR Aceh, Senin sore, 1 September 2025 | Foto: Pintoe.co

Tuntutan Lengkap Demonstran

Aksi yang digerakkan oleh Aliansi Rakyat Aceh ini berlangsung sejak siang hari. Massa membawa tujuh tuntutan resmi yang kemudian ditandatangani oleh Ketua DPRA, yakni:

Mendesak reformasi DPR RI dan DPRA untuk melakukan total
Reformasi total Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Penyelesaian seluruh kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di Aceh.

Evaluasi terhadap keberadaan perusahaan tambang di Aceh.

Menolak penambahan batalion baru di Aceh.

Menuntut keadilan dan perlindungan bagi rakyat Aceh yang menjadi korban konflik.

Mendesak adanya transparansi penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh.

Ketua DPR Aceh menandatangani tuntutan demonstrasi, Senin, 1 September 2025 | Pintoe.co
Ketua DPR Aceh Zulfadhli menandatangani tuntutan pendemo di depan Gedung DPR Aceh, Senin sore, 1 September 2025 | Foto: Pintoe.co

Selain itu, dalam orasi dan spanduk yang dibawa, massa juga menyuarakan aspirasi simbolik seperti tuntutan agar bendera Bintang Bulan yang dikibarkan di lokasi bisa berkibar diiringi Merah Putih. Selain itu, demonstran juga meminta penegasan kembali bahwa janji-janji perdamaian yang diatur dalam MoU Helsinki harus ditegakkan secara konsisten. Mereka juga mewujudkan nasib anak-anak korban konflik dan masyarakat miskin yang lebih diperhatikan pemerintah.

Koordinator Lapangan Aksi, Misbah, menegaskan bahwa tujuh poin tersebut adalah hasil konsolidasi berbagai elemen masyarakat Aceh. Zulfadhli kemudian menandatangani tuntutan tersebut, sambil meminta penambahan yang provokatif agar “Aceh pisah dari NKRI.”

Meskipun disambut sorakan oleh sebagian massa, pernyataan itu menimbulkan reaksi beragam di lapangan. Kebanyakan orator mengingatkan agar tidak keluar dari jalur tuntutan utama.

Aksi Demonstran ini berujung ricuh pada malam hari ketika polisi membubarkan dengan paksa aksi pemaparan karena hendak menginap di DPR Aceh.[PINTOE.CO]

0/Post a Comment/Comments