Ambin Demokrasi : Siapa Yang Salah, Ketika Perumda PALD Tak Bergaji?

Foto Direktur utama PALD Banjarmasin Endang Waryono

BANJARMASIN, KABEREH NEWS | Dikabarkan oleh media, sudah 6 bulan Perumda Pengolahan Air Limbah Domestik (PALD) Banjarmasin harus bekerja tanpa gaji. Terutama yang tidak digaji tersebut adalah Direksi dan Dewan Pengawas. Sedangkan para pegawai hanya dibayarkan 50%, bahkan ada yang dengan terpaksa merumahkan diri tanpa upah.

Pertanyaan penting terhadap situasi ini adalah, apa yang dikerjakan Direksi dan Dewan Pengawas, hingga keadaannya besar pasak dari tiang? 

Bukankah keberadaan Direksi dan Dewan Pengawas bertugas untuk berpikir, mengerahkan seluruh kemampuan dan imajinasi agar PALD berkembang sesuai tujuan pendiriannya. Kalau ternyata tidak mampu membiayai diri sendiri, berarti ada yang salah sejak perencanaan dan konsep, hingga implementasi dan realisasi. Berarti ada satu step yang kurang, yaitu “berpikir”.

Kenapa pelayanan limbah diserahkan kepada Perumda bukan dikerjakan Dinas? Sebab diharapkan ada inovasi terobosan yang melampaui keterbatasan cara berpikir dan bertindak Dinas. Kalau Perumda tidak mampu membuat terobosan-terobosan layaknya suatu perusahaan yang berpikir inovatif dan mampu mengambil langkah strategis, maka kembalikan saja tugas tersebut kepada pemiliknya, yaitu Pemko, dalam hal ini Dinas yang membidangi. Agar menjadi kewajiban pemerintah dan tidak membutuhkan terobosan serta pemikiran yang lebih canggih. 

Jangan pula menyalahkan warga yang mengkritik Perwali 152/2023, sebab Perwali tersebut telah melahirkan pungutan yang tidak halal, karena mengambil uang warga yang tidak mendapat pelayanan langsung. Kalau Perwali tersebut diteruskan, tanpa ada revisi yang substantif, lantas untuk apa PALD hidup dari uang tidak halal? Uang yang sudah dipungut pun harus dikembalikan, kalau tidak dikembalikan segera, pasti bermasalah secara hukum.

Cara mengembalikan yang efektif pun sudah diberikan saran, yaitu dengan dikonversi dengan pembayaran PDAM, cukup sekali klik pada sistem pembayaran, semuanya akan selesai. Bukankah waktu memungut kemaren juga melalui tagihan PDAM? Kenapa ketika mengembalikan harus ribet dengan melibatkan kelurahan? Bukankah PDAM dan PALD dibawah orang tua yang sama Walikota, kenapa sekedar mengembalikan uang warga saja harus bertahun-tahun?

Kalau cara kerja PALD masih mengandalkan Perwali yang berfungsi memaksa, maka jangan salahkan warga terus mengkritisi dan bahkan menolak. Mungkin saja penolakan tersebut bertujuan justru menyelamatkan PALD agar tidak bermasalah secara hukum. 

Karena PALD lahir dari kebijakan Pemerintah Kota, tidak elok pula kalau Walikota berdiam diri tidak tahu menahu, sementara anak kandungnya berupa PALD merana tidak mampu menghidupi dirinya sendiri.

Oleh: Noorhalis Majid

0/Post a Comment/Comments