"Jika terbukti bersalah, para terdakwa dalam kasus Zara Qairina Mahathir dapat dipenjara hingga satu tahun, didenda, atau keduanya. 20 Agustus 2025."
SABAH, KABEREH NEWS | Lima gadis remaja didakwa pada Rabu 20 Agustus 2025 di pengadilan Sabah, Malaysia atas tuduhan menggunakan kata-kata kasar terhadap Zara Qairina Mahathir yang berusia 13 tahun. Kematiannya bulan lalu akibat dugaan perundungan memicu seruan untuk keadilan dan transparansi dalam kasus tersebut.
Kelima anak di bawah umur tersebut dituduh mengucapkan kata-kata kasar kepada Zara yang konon didengar olehnya dan dapat menyebabkan penderitaan baginya, lapor media lokal New Straits Times seperti dikutip CNA.
Menghadiri sidang di hadapan Hakim Elsie Primus di Pengadilan Anak di Kota Kinabalu, kelima anak tersebut—yang sebelumnya dilaporkan berusia di bawah 18 tahun—mengaku tidak bersalah atas satu dakwaan berdasarkan Pasal 507C(1) KUHP, yang berkaitan dengan pelanggaran penggunaan atau penyampaian bahasa atau komunikasi yang mengancam atau kasar.
Jika terbukti bersalah, mereka dapat dipenjara hingga satu tahun, didenda, atau keduanya.
Pelanggaran tersebut diduga dilakukan di salah satu blok asrama Sekolah Menengah Kebangsaan Agama Tun Datu Mustapha di Papar, Sabah, antara pukul 22.00 dan 23.00 pada 15 Juli.
Zara—siswi Kelas Satu di sekolah tersebut—ditemukan tidak sadarkan diri setelah diduga jatuh dari lantai tiga asramanya sekitar pukul 04.00 keesokan harinya pada 16 Juli.
Ia kemudian dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit setempat pada 17 Juli.
Jaksa pada Rabu meminta jaminan sebesar RM5.000 atau sekitar Rp 19 juta untuk masing-masing terdakwa, dengan deposit sebesar RM1.000 dan satu penjamin untuk masing-masing terdakwa, lapor New Straits Times.
Perintah Pembungkaman
Sementara itu, pengacara yang mewakili keluarga Zara menyampaikan kepada media di akhir persidangan tertutup bahwa perintah bungkam telah dikeluarkan terkait kasus tersebut berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Anak 2001.
Pasal 15 Undang-Undang Anak 2001 di Malaysia membatasi pelaporan proses hukum terkait anak, khususnya melarang publikasi informasi identitas anak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Salah satu pengacara mengatakan bahwa tim hukumnya tidak dapat membagikan apa yang terjadi selama persidangan untuk menghindari "penghinaan terhadap pengadilan" dan telah meminta Jaksa Agung untuk mengeluarkan pernyataan publik.
"Ini bukan karena VIP atau karena ada sesuatu yang disembunyikan, ini karena hukum melarangnya, jadi kami berharap Jaksa Agung dapat memberikan pernyataan terkait hal ini," kata Hamid Ismail, salah satu pengacara yang mewakili keluarga Zara, seperti dikutip Malay Mail.
Pengadilan telah menetapkan 25 September untuk sidang berikutnya terkait kasus ini.
Sebelumnya pada Selasa, Menteri di Departemen Perdana Menteri (Hukum dan Reformasi Kelembagaan) Azalina Othman mengatakan bahwa kelima remaja yang terlibat dalam kasus ini akan dilindungi berdasarkan Undang-Undang Anak 2001.
"Ini termasuk kerahasiaan, hak atas perwakilan hukum, dan perlakuan yang adil," kata Azalina dalam sebuah unggahan Facebook.
"Meskipun kami tidak akan menoleransi perundungan, mereka tetaplah anak-anak di mata hukum dan hak-hak mereka harus dilindungi meskipun kami meminta pertanggungjawaban mereka."
Azalina mengomentari kekhawatiran yang disampaikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (SUHAKAM) sebelumnya mengenai kemungkinan pengungkapan identitas kelima remaja tersebut kepada publik. Komisi tersebut mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk "mencegah stigmatisasi lebih lanjut terhadap anak-anak yang terlibat".
Hanya Didakwa atas Perundungan
Kejaksaan Agung telah mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa bahwa para remaja tersebut hanya akan didakwa dengan pelanggaran yang berkaitan dengan perundungan dan bukan pelanggaran yang terkait langsung dengan kematian Zara.
Keputusan untuk melanjutkan dakwaan saat ini didasarkan pada bukti dan fakta yang diperoleh selama penyelidikan, lapor Free Malaysia Today.
Kejaksaan Agung juga menekankan bahwa penyelidikan akan tetap dilanjutkan untuk menentukan penyebab sebenarnya kematian Zara.
Kejaksaan Agung juga menolak usulan pengacara yang mewakili keluarga Zara bahwa penyelidikan lebih lanjut atau pemeriksaan pendahuluan dapat membenarkan dakwaan yang lebih serius berdasarkan Pasal 507D(2), dengan alasan bahwa hal ini "spekulatif dan tidak didukung oleh fakta yang akurat".
Berdasarkan Pasal 507D(2), jika korban bunuh diri akibat provokasi tersebut, terpidana dapat dipenjara hingga 10 tahun.
Pengacara yang mewakili keluarga Zara sebelumnya telah mendesak Kejaksaan Agung untuk menunda dakwaan terhadap lima anak di bawah umur atas tuduhan perundungan terhadap siswa berusia 13 tahun tersebut.
Menurut para pengacara, proses dakwaan berdasarkan Pasal 507C(1) saat ini dapat mencegah penerapan pelanggaran yang lebih serius di kemudian hari, meskipun bukti baru muncul karena "perlindungan konstitusional terhadap ancaman hukuman ganda" yang mencegah seseorang diadili dua kali atas tindakan yang sama.
Sebaliknya, para pengacara meminta agar kelima anak di bawah umur tersebut didakwa berdasarkan Pasal 507D(2), yang mengkriminalisasi “menyebabkan seseorang percaya bahwa akan terjadi kerugian”, menurut media lokal Malay Mail.
Menarik Perhatian Publik
Kematian Zara telah memicu tuduhan perundungan di media sosial yang menarik perhatian nasional selama berminggu-minggu melalui tagar #JusticeforZara.
Ribuan orang berkumpul di berbagai kota di Sabah - termasuk Sandakan, Kota Kinabalu, dan Papar - menuntut penyelidikan yang transparan dan diakhirinya budaya perundungan dalam sistem pendidikan Malaysia.
Unjuk rasa juga terjadi di ibu kota Kuala Lumpur dan bahkan Kelantan.
Polisi awalnya menutup kasus ini, dengan Menteri Dalam Negeri Saifuddin Nasution mengumumkan bahwa penyelidikan telah selesai dan diserahkan kepada Kejaksaan Agung pada 2 Agustus.
Namun, di tengah kemarahan publik dan tuduhan adanya upaya menutup-nutupi kasus yang terkait dengan keluarga-keluarga berpengaruh - yang dibantah oleh pihak berwenang - Kejaksaan Agung mengembalikan laporan investigasi kepada polisi pada 6 Agustus, memerintahkan penyelidikan lebih lanjut.
Pada 8 Agustus, Kejaksaan Agung secara khusus memerintahkan penggalian untuk pemeriksaan post-mortem baru guna mengumpulkan bukti tambahan. Jasad Zara digali dua hari kemudian pada 10 Agustus oleh empat ahli patologi, sekitar tiga minggu setelah kematiannya.
Hasil otopsi juga mengonfirmasi penyebab awal kematian akibat cedera otak akibat jatuh, lapor New Straits Times.
Pada 11 Agustus, dilaporkan bahwa satuan tugas khusus beranggotakan sembilan orang dari Departemen Investigasi Kriminal Bukit Aman telah dikerahkan ke Sabah untuk mengambil alih penyelidikan atas kematian Zara.
Direktur departemen tersebut, M Kumar, mengatakan pada 17 Agustus bahwa total 195 orang telah direkam keterangannya, termasuk guru, siswa, sipir, dan orang tua.
Penyidik Bukit Aman telah membuka berkas investigasi disiplin terhadap seorang kepala polisi distrik, seorang kepala divisi investigasi kriminal distrik, dan seorang petugas investigasi, menurut media lokal.
Mereka diduga tidak mematuhi prosedur operasi standar selama penyelidikan awal atas kematian Zara, menurut Wakil Inspektur Jenderal Polisi Ayob Khan Mydin Pitchay.
Secara terpisah, polisi juga telah membuka 15 berkas penyidikan terkait penyebaran informasi palsu. Seorang perempuan berusia 39 tahun ditangkap awal bulan ini berdasarkan Undang-Undang Penghasutan dan Pasal 233 Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia karena diduga menyebarkan berita palsu terkait kematian Zara.
Penyelidikan atas kematian gadis itu akan dimulai pada 3 September, dengan ibunya diperkirakan akan menjadi salah satu saksi.
Secara terpisah, Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada Rabu mengonfirmasi usulan pembentukan pengadilan untuk menangani kasus-kasus perundungan yang melibatkan siswa dan anak-anak. Usulan tersebut akan disampaikan dalam rapat Kabinet oleh Azalina, Menteri Hukum, menurut Anwar.(Tempo.co)
Posting Komentar