JALAN TERJAL INDUSTRI ASURANSI NASIONAL DALAM MENEBUS DOSA PEMERINTAH..!!




Oleh : Latin, SE
Praktisi Asuransi 


KABEREH NEWS | Industri asuransi lahir di Indonesia sejak masuknya dari negara-negara Hindia-Belanda pada era penjajahan kolonialisme yang kemudian di nasionalisasikan. Hal ini sebagai bentuk keberhasilan dalam merebut kemerdekaan Indonesia. 

Lahirlah, yang kini dikenal sebagai BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 31 Desember 1859 yang beroperasi selama 165 tahun. Nama besarnya "Legenda Asuransi" itu sekarang hanya tinggal namanya saja, yang diklaim oleh Pemerintah sedang mengalami negative ekuitas. Sehingga, "Jiwasraya" dinyatakan gagal bayar polis bancassurance Rp 802 miliar s.d 13 triliun oleh Hexana Tri Sasongko Direktur Utama PT BPUI (Bahana) / IFG ?

Seiring perkembangan dan perjalanan waktu melalui Undang-Undang nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Asuransi menjadi landasan hukum pertama. Kemudian, diperbaharui menjadi UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Hal ini sebagai bentuk keseriusan dari Pemerintah dalam memperkuat sektor industri asuransi nasional.

Sebelumnya, amanat konstitusi UU- perasuransian dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis Asuransi (LPP-Asuransi), telah diatur dalam Pasal (53) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. 

Akan tetapi selama kurun waktu 1 (satu) dekade Pemerintahan Joko Widodo tidak direalisasikannya. Baru dibentuk LPP-Asuransi, setelah ada permasalahan di industri asuransi. Padahal LPP-Asuransi diperlukan untuk menjamin jenis polis asuransi jiwa dan polis asuransi pensiunan yang menjamin penghasilan pensiunan seumur hidup. 

Sayangnya, Pemerintah lambat dalam merespon pembentukan badan baru LPP-Asuransi dibawah kendali dan naungan dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). 

Pembentukan itu setelah industri asuransi nasional babak belur mengalami masalah sistemik keuangan yang menyebabkan guncangan dahsyat "tsunami asuransi" terjadi pada oktober 2018. 

Krisis kepemimpinan di industri asuransi menambah panjang permasalahan. Akan ruwetnya penyelesaian pembayaran klaim asuransi yang dibuat mainan para Direksinya dan penyelesaiannya yang berlarut-larut. 

Aspek moralitas dan integritas para Direksi BUMN asuransi patut dipertanyakan profesionalismenya. Pengumuman gagal bayar polis asuransi jiwa tertua milik negara (BUMN), diruang publik menjadi pemicu utama krisis kepercayaan berasuransi dimulai. Belum lagi menelisik lebih dalam akan permasalahan mendasar yang di alaminya atas tekanan seretnya likuiditas ditubuh "Jiwasraya" dan membutuhkan penguatan permodalan asuransi dari Pemerintah.

Sayangnya, saat itu Pemerintah dinilai tidak serius membenahi industri asuransi, justru tidak menyelamatkan industri asuransi nasional yang sedang terpuruk dan membutuhkan suntikan penguatan permodalannya. 

Pemerintah abai lebih memilih fokus untuk kepentingan mendirikan sebuah korporasi baru yaitu untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa. Padahal, disaat itu tidak ada urgensinya mendirikan perusahaan asuransi dengan permasalah mendasar yang dihadapi industri asuransi nasional. Apa lagi Indonesia sedang menghadapi wabah pandemi Covid-19 yang sedang puncak-puncaknya melanda negeri ini. 

Perusahaan asuransi IFG Life yang dimaksud Pemerintah sebagai korporasi baru, merupakan anak usaha dibawah kendali dari BUMN PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia).

BUMN PT BPUI sebuah badan usaha sektor non-asuransi sebagai perusahaan pembiayaan sektor UMKM pada awal pendiriannya.Berdasarkan catatan dari BPK-RI perusahaan itu sudah lama sekali mengalami masalah kesehatan keuangan dan terlibat skandal korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 396 miliar. Hingga mengalami negative ekuitas sebesar Rp 5,5 triliun diketahui mulai tahun 2002, berlanjut 2011-2015, sejak menerima pinjaman dari Pemerintah saat terjadi krisis moneter tahun 1998 sebesar Rp 250 miliar. 

Pada era Pemerintahan Joko Widodo perusahaan pembiayaan sektor UMKM PT BPUI digunakan sebagai Investasi Pemerintah, dengan diberikan bailout dana PMN (Penyertaan Modal Negara) yang totalnya sebesar Rp 34,7 triliun bersumber dari pembiayaan APBN. Sehingga PT BPUI bisa hidup kembali dengan merubah namanya menjadi IFG (Indonesian Finansial Group) yang kemudian disulap menjadi Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan.

Diketahui misi besarnya dibalik dihidupkannya kembali operasional BUMN PT BPUI bertujuan untuk melakukan restrukturisasi utang polis negara/kewajiban utang polis yang sudah terbentuk sejak lama di tubuh BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebesar Rp 59, 7 triliun per 31 Desember 2021. 

Perbuatan hukum Direksi BUMN PT BPUI (Persero) dalam melakukan restrukturisasi terhadap BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero), patut diduga bermuatan kepentingan politis praktis. Hal ini dapat terlihat dari implementasi proposal RPK atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya yang diajukan berujung melikuidasi perseroan Jiwasraya.

Disamping itu juga, bentuk RPK yang disetujui realisasinya sebagai penawaran restrukturisasi hanya untuk mencari keuntungan semata oleh Korporasi. Hal ini dapat dilihat dari mengurangi hak-haknya pemegang polis dari "Jiwasraya" sebesar 40 persen atau Rp 23,8 triliun pasca implementasi restrukturisasinya. Dan berujung melikuidasi perseroan, mem-PHK sepihak pegawai dan seluruh mitra kerjanya yang jumlahnya mencapai puluhan ribu.

Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Asuransi baru dibentuk tahun 2023 melalui UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Pasca operasi senyap restrukturisasi BUMN perusahaan asuransi jiwa tertua milik negara yang berujung dilikuidasi. Berakhir memindahkan seluruh portofolio polis negara di "Jiwasraya" ke perusahaan asuransi lain ditunjuk ke IFG Life yang merupakan badan usaha milik dari BUMN PT BPUI (Persero), perusahaan pembiayaan yang disulap menjadi Holding Asuransi. 

Skandal dugaan praktek korupsi berjamaah tersebut dalam bentuk "restrukturisasi" membawa panjang masalah baru di industri perasuransian nasional. Karena patut diduga program itu masuk kedalam rekayasa keuangan yang telah merugikan keuangan rakyat sebanyak 6,7 juta Pemegang Polis asuransi dari "Jiwasraya" yang kerugiannya ditaksir sekitar Rp 23, 8 triliun. 

Pertanyaannya kemudian, Apakah hasil dari restrukturisasi itu tidak melawan hukum ? Bagaimana kalau hasil restrukturisasi itu perbuatan yang melawan hukum yang merugikan kepentingan konsumen asuransi! Apakah bisa di jamin polis asuransi hasil dari restrukturisasi itu oleh LPP-Asuransi melalui LPS? Lantas, siapa yang bisa jamin perbuatan melawan hukum itu bisa dijamin polis asuransinya dengan memakai bendera dari IFG Life? 

Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Asuransi (LPP-Asuransi) ternyata Pemerintah mengulur-ulur waktu, dari sejak tahun 2014 seharusnya sudah dibentuk. Pembentukan LPP-Asuransi baru dibentuk setelah vakum selama 9 tahun, baru dibentuk tahun 2023 hingga diberlakukannya nanti efektif di tahun 2028. Pembentukan LPP-Asuransi tidak menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di industri asuransi nasional, justru akan membebani industri perasuransian itu sendiri.

Lantas kenapa Pemerintah tidak dari dulu membentuk LPP-Asuransi melalui LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), toh apa ruginya Pemerintah mau sekarang atau nanti sama saja harus bentuk LPP-Asuransi juga kan ?! Akan tetapi sekarang sudah sangat terlambat, tidak ada manfaatnya LPP-Asuransi itu bagi konsumen asuransi dan perusahaan asuransi, karena baru akan diberlakukan nanti pada 2028.

Pembentukan LPP-Asuransi akan hanya menjadi beban operasional perusahaan asuransi dan konsumen asuransi, tidak untuk memulihkan sekaligus mengembalikan kepercayaan berasuransi pada industri asuransi nasional yang sudah terlanjur babak belur akibat kelalaian Pemerintah sendiri, yang tidak antisipasi masalah sejak awal.

Pemerintah dianggap telah lalai, tidak segera membentuk LPP-Asuransi pada tahun 2014 sesuai amanat konstitusinya. Siapa yang akan percaya lagi, jika industri asuransi nasional telah dirusak. Akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab oleh para Direksi BUMN asuransi yang diambil dari kalangan profesional X-Bankir itu memimpin di "Jiwasraya" ?

Siapa yang mau menebus dosa-dosanya, atas kelalaian Pemerintah sendiri yang menyebabkan porak-porandanya sektor perasuransian seperti kondisi sekarang ini ? 

Pengumuman gagal bayar polis bancassurance diruang publik itu menyebabkan sistemik keuangan di industri asuransi yang merugikan perekonomian nasional. 

Rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) sudah sangat jelas sekali kepada Pemerintah untuk tidak menutup usaha asuransi "Jiwasraya" dengan alasan apapun perseroan itu harus diselamatkan keuangannya. Karena, jika tidak diselamatkan akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional. 

Di butuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkan, membangun kembali optimisme berasuransi itu dengan mengembalikan kepercayaannya. Nasi sudah terlanjur menjadi bubur, masalah yang sangat serius atas ketidak jujuran dalam mengelola dana asuransi negara, ketidak profesionalnya para Direksi BUMN, menjadi penyebab bencana di sektor jasa keuangan non-bank terparah sepanjang sejarahnya di Indonesia. Red.Fnkjgroup (08/06/2025).[]

Penulis adalah Praktisi Asuransi || Mantan Unit Manager Jiwasraya || Anggota KUPASI (Komunitas Penulis Asuransi) || Email: latinse3@gmail.com

0/Post a Comment/Comments