Harga Emas Dunia Meroket Tajam: Sinyal Krisis, Bukan Sekadar Euforia

KABEREH NEWS | Harga emas dunia kembali menembus rekor tertinggi, mengindikasikan bukan hanya tingginya minat investasi, tetapi juga potensi krisis ekonomi global yang makin nyata. Dengan emas mencapai lebih dari USD 3.422 per troy ounce, para analis memperingatkan bahwa lonjakan ini erat kaitannya dengan kekhawatiran inflasi yang dapat menggerus daya beli masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Rabu, 7 Mei 2025

Kenaikan Harga Emas: Cerminan Ketidakpastian dan Bayangan Inflasi

Dikutip dari Liputan6.com, lonjakan harga emas dipicu oleh gelombang pembelian pasca-libur panjang di China, negara konsumen emas terbesar dunia. Adrian Ash, Direktur Riset di BullionVault, menilai bahwa “pasar bullish didorong oleh lonjakan investasi emas terbaru di Tiongkok, ditambah dengan upaya berkelanjutan dari bank sentral yang ingin mengurangi eksposur mereka terhadap aset AS, terutama dolar.”

Emas yang selama ini dianggap sebagai “safe haven” melonjak drastis di tengah potensi pelemahan dolar dan ketidakpastian kebijakan suku bunga Federal Reserve. Ini menjadi sinyal bahwa pasar global bersiap menghadapi gejolak besar, termasuk potensi inflasi yang belum selesai pasca-pandemi.

Inflasi menjadi ancaman nyata, terutama jika bank sentral menurunkan suku bunga terlalu cepat demi mendorong pertumbuhan. Ini bisa menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, sementara daya beli masyarakat tetap stagnan atau bahkan menurun. Di sinilah emas menjadi pelarian bagi investor yang ingin mempertahankan nilai kekayaannya.

Namun pertanyaannya: apakah lonjakan harga emas ini solusi atau justru pertanda bahaya?

Waspada Investasi: Jangan Terjebak Euforia Harga Tinggi

Analis dari TD Securities, Daniel Ghali, memperingatkan bahwa meski harga emas bisa menyentuh USD 4.000 per ounce, kenaikan ini bisa bersifat sementara. “Kami pikir ada peningkatan partisipasi dari spekulan di Tiongkok. Di Barat, kami pikir meskipun harga emas sudah terlalu banyak dibeli, kepemilikan emas masih sangat kurang. Kedua faktor ini seharusnya menggarisbawahi harga emas yang lebih kuat,” ujarnya.

Kondisi ini menjadi pengingat penting: emas bukan instrumen ajaib. Ia tidak memberikan dividen, dan nilainya bisa fluktuatif dalam jangka pendek. Jika terlalu bergantung pada emas sebagai satu-satunya instrumen investasi, masyarakat bisa terjebak dalam ilusi keamanan.

“Emas seharusnya menjadi bagian dari portofolio, bukan seluruh portofolio,” tulis seorang analis ekonomi dalam laporan yang dikutip oleh Liputan6.com.

Efek Domestik: Harga Emas Pegadaian Naik, Masyarakat Kelas Menengah Tertekan

Harga emas Antam di Pegadaian melonjak ke Rp2.009.000 per gram. Kenaikan ini bisa menjadi berkah bagi mereka yang sudah memiliki emas, tetapi menjadi beban baru bagi masyarakat yang baru ingin mulai menabung dalam bentuk logam mulia.

Jika tren ini terus berlanjut tanpa kendali, ketimpangan akses terhadap instrumen investasi aman akan semakin lebar-membuat si kaya makin aman, dan si miskin makin rentan.

Kaberehnews.com mengimbau masyarakat untuk selalu mempertimbangkan risiko dalam setiap keputusan investasi, termasuk emas. Diversifikasi, literasi finansial, dan pemahaman ekonomi global menjadi bekal utama menghadapi situasi penuh ketidakpastian ini.

Sumber berita dan kutipan: Liputan6.com

0/Post a Comment/Comments