Hiruk-pikuk Pilkada Serentak Aceh 2024, dalam akhir minggu ini sangat terasa dan semakin menghangat. Diskusi dan saling berdebat terjadi di berbagai group sosmed, seperti WA, IG, Tik Tok dan bahkan di setiap pojok warung kopi di pelosok Aceh mulai di perkotaan sampai ke pedesaan.
Mengacu dari realitas dan fenomena itu, media ini (Jumat, 16/8/2024) telah berusaha untuk meminta pendapat dan pendangan Prof. TM. Jamil sebagai ilmuwan Politik Aceh tentang issu atau informasi Cagub dari Partai Aceh Muzakkir Manaf (Muallem) dan Cawagubnya dengan nama Fadhlullah (Akrab dipanggil Dek Fad) sudah beredar dalam masyarakat Aceh.
Bagi saya, Memang "Partai Aceh itu sebagai partai pemenang pileg 2024, maka bebas untuk menentukan atau mengusung Cagub maupun Cawagubnya. Siapapun orangnya itu bebas untuk dipilih tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Masalahnya, apakah yang mereka pilih itu seirama dengan yang dinginkan oleh pemilih?. Tanya Prof. TM. Nah, disinilah dibutuhkan kecerdasan emosional bagi partai untuk bertindak, ungkapnya.
Lalu bagaimana dengan nama Dek Fad yang saat ini diperkirakan akan mendampingi Muallem, padahal informasi dan berita yang beredar dalam beberapa waktu yang lalu, namanya tak lolos dalam verifikasi Tim seleksi yang dibentuk PA.
Ya, sebaiknya dalam soal ini PA sebagai pihak yang harus menjelaskan ke publik, mengapa itu terjadi. Agar rakyat dapat memahami tanpa harus berspekuasi dan main tebakan. Dek Fad itu, dalam pengamatan dan penilaian saya pribadi tetap orang PA (mantan panglima GAM), meski sekarang sebagai Ketua Partai Gerindra Aceh, jadi sebenarnya dia sah saja untuk dicalonkan. Saya pikir, catatan ini penting. Jangan-jangan pihak pusat tetap memandang "Muallem dan Dek Fad" berasal dari ideologi dan partai yang sama... ucap Pak TM, sambil tersenyum.
Nah disamping itu, karena Dek Fad juga telah pernah mendeklarisikan dirinya sebagai Calon Bupati Pidie, lalu tiba-tiba batal untuk Cabup dan berganti jadi jadi Cawagub. Barangkali ini yang menjadi pertanyaan dari masyarakat, tentu masyarakat kelas menengah ke atas. Oleh karena itu, menurut saya kondisi inilah yang perlu dijelaskan dengan argumen yang baik, apapun penjelasannya tentu rakyat menanti dan mempertimbangkannya, ungkap Pak TM.
Memang dalam politik itu selalu dinamis dan berproses, jadi tak ada kata titik selalu diakhiri dengan tanda "koma". Ada satu adagium dalam politik praktis, "sesuatu yang pasti berada dalam keadaan tidak pasti, pasti tidak pasti". Bingungkan tanya Prof. TM dengan senyuman dan penuh nada canda.
Lalu beliau lanjutkan, sebaiknya Partai Aceh memang dalam soal cawagub ini mempertimbangkan kembali. Bukankah sudah pernah juga partai melakukan kegiatan temu bakal calon dalam kegiatan presentasi visi dan misinya dengan beberapa kandidat baik dari unsur partai lokal, nasional, tokoh masyarakat dan juga akademisi? Lho, kok tiba-tiba nama mereka hilang tanpa kesan. Inilah yang jadi persoalan dan dilema bagi Partai Aceh sendiri dan mungkin para pendukung setia dan timsesnya. Menurut saya, ini persoalan serius, jika kurang menjadi perhatian apalagi dianggap tak penting, pesan Prof. TM. Meski itu semua hak mereka untuk bersikap, ingatnya.
Selajutnya, Pak TM sebagai akademisi sekaligus peneliti, berharap kepada semua Parpol, khususnya untuk Partai Aceh, berhati-hatilah dalam menentukan Calon Kepala Daerah, baik Cagub/Cabup atau Cawalkot, untuk menarik simpati dan dukungan konstituen. Setidaknya cerdas dan arif serta bijak dalam membaca psikologis dan harapan rakyat yang kelak akan memilihnya. Jangan sampai menyakiti hati rakyat ketika calon yang diharapkan malah "terbuang" di tengah jalan. Jika ini terjadi, agaknya terlalu sulit bagi parpol mana pun untuk memenangkan jagoannya,
meski kita juga sampai saat ini belum tahu siapa calon lain, Prof TM, mengingatkan.
Diakhir wawancara kami dengan Prof. TM, ada satu pesan yang sangat kritis sekaligus menggelitik disampaikan kepada Parpol, khususnya PA ... "Jangan sampai Partai Aceh gagal dalam membaca aspirasi rakyat, yang didukung dan diunggulkan justru bukan "orang PA" sendiri akan tetapi orang lain yang justru di luar PA. Aneh kan, jika ini terjadi, ungkap Prof. TM. Nah semoga ini tak terjadi. Semua itu bisa saja berubah sebelum masa pendaftaran calon di KIP, tutup Pak TM. (Redaksi1)
Posting Komentar