Daripada Pura-pura Baik, Lebih Baik Benar-benar Jadi Baik


ilustrasi

SEBAGAI dokter ahli bedah anak, tentu tidak mudah bagi Bernie Siegel untuk menulis buku, karena pekerjaannya tersebut betul-betul sibuk. Namun ternyata Siegel mampu menghasilkan karya, beberapa di antaranya bahkan masuk kategori New York Times Best Seller.

Salah satu tulisan Siegel yang sangat menyentuh bagi saya, adalah tentang profesinya sebagai dokter. Ia mengomentari rekan-rekannya yang bekerja semata-mata hanya untuk imbalan saja.

Sungguh, dalam buku itu ia berhasil menjelaskan perbedaan tentang melayani dengan tulus, dan melayani dengan pura-pura. Orang yang tulus, apapun pekerjaannya, memberikan cinta dan perhatian kepada profesinya dan kepada orang lain.

Sementara mereka yang hanya mengejar materi, tak ada kamusnya untuk memiliki rasa peduli. Karena fokusnya bagaimana agar orang lain bisa memberi keuntungan untuknya. Adapun pelayanannya, hanya pura-pura melayani saja.

Apapun profesi kita, sesungguhnya kita bisa memilih untuk bersikap baik atau hanya pura-pura baik. Bagi para pedagang, yang penting dagangannya terjual tanpa perlu peduli apakah pembeli memang benar-benar membutuhkan barang itu atau tidak.

Bagi para pekerja di media massa, fokus saja mengemas acara yang mendatangkan banyak iklan, dan abaikan pertimbangan bahwa acara itu bisa merusak akhlak pemirsanya.

Begitu pula bagi yang ditugaskan di bagian pelayanan masyarakat, targetnya adalah menyelesaikan tugas-tugas hariannya. Tak ada aspek manusia, meskipun yang mereka hadapi adalah manusia. Benarkah kita memang tak punya pilihan lagi? Akankah kita terus-menerus berpura-pura menjadi orang baik?

Suatu hari Sahabat Abu Hurairah menemani Rasulullah untuk berbelanja di pasar. Setelah Rasul membeli beberapa barang yang dibutuhkan, timbul dorongan dalam dirinya untuk membantu membawakan barang-barang tersebut.

Ini adalah suatu bentuk kebaikan yang tulus dari Sahabat. Suatu sikap ingin melayani yang muncul begitu saja tanpa dibuat-buat. Namun dengan halus Rasulullah menolaknya seraya bersabda :
“Pemilik barang lebih berhak untuk membawa barangnya sendiri."
(Hadist Riwayat At-Thabrani).

Jawaban dari Rasulullah pun tampak begitu mulia. Beliau juga sangat memerhatikan aspek manusia, tak ingin mengambil keuntungan pribadi dari kebaikan orang lain. Meski kisah ini singkat, namun lebih dari cukup menggambarkan bahwa kebaikan itu tampak indah apabila dilakukan dengan ketulusan, bukan kepura-puraan.

✍🏻ANONIM - semoga pahala berlimpah bagi siapapun penulisnya.
Reposted by : Kaberehnews.com

↪️Silahkan di re-share, semoga menjadi amal kebaikan bagi penulis & penyebarnya❤️ wasallam 🙏

0/Post a Comment/Comments