KABEREH NEWS | LAMPUNG -- Menjelang akhir kepemimpinannya sebagai Gubernur Lampung, ada hal serius yang tidak direalisasikan oleh Arinal Djunaidi. Yaitu mewujudkan Kota Baru sebagai pusat pemerintahan Pemprov Lampung.
"Dulu saat kampanye pilgub, Arinal berjanji akan menyelesaikan pembangunan Kota Baru. Tapi faktanya, sampai sekarang tidak terbukti. Sebagai bagian dari elemen masyarakat Lampung, kami menagih janji Arinal soal Kota Baru," kata Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim, Jum'at (22/9/2023).
Menurut dia, sebagai pejabat yang ikut terlibat langsung dalam proses lahirnya Kota Baru, seharusnya Arinal lebih mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan kompleks perkantoran Pemprov Lampung di lahan 1.580 hektare tersebut.
"Saat dimulainya pembangunan tahun 2011 lalu, Arinal termasuk salah satu pejabat di lingkungan Pemprov Lampung yang terlibat aktif dalam proses lahirnya Kota Baru dipimpin Sjachroedin ZP selaku gubernur waktu itu. Awalnya, dengan Arinal menjadi gubernur, program pemindahan pusat perkantoran Pemprov Lampung ini bakal terwujud. Tapi sangat disayangkan, sampai menjelang akhir jabatannya, dia tidak bisa memenuhi harapan besar masyarakat Lampung ini," imbuh aktivis yang dikenal sebagai pengamat politik, pemerintahan, dan hukum itu.
Diuraikan, meski pembangunan gedung dimulai tahun anggaran 2011, namun Sjachroedin ZP selaku gubernur dan DPRD Lampung baru pada 20 Mei 2013 menetapkan Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2013 tentang Pembangunan Kota Baru Lampung. Di dalam perda tersebut berisi mengenai pemindahan pusat perkantoran dan pemerintahan Provinsi Lampung dari wilayah Kota Bandar Lampung ke Kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di wilayah Kecamatan Jati Agung.
Jupri menjelaskan, seiring berjalannya waktu hingga 10 tahun program Kota Baru berjalan, telah berdiri 51 gedung. Sayangnya, yang saat ini dipergunakan hanya Rumah Sakit Bandar Negara Husada dan rumah susun bagi pegawai rumah sakit saja.
"Menurut hasil pemantauan di lapangan, hanya gedung milik Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi yang ada petugas jaga dan kebersihannya. Dan sejak beberapa bulan terakhir, sudah ada memang petugas pengamanan kawasan Kota Baru.
Dalam konteks mengamankan aset daerah, sudah benar. Masalahnya, uang rakyat Lampung yang sudah masuk ke Kota Baru tidak sedikit, lebih dari 500 miliar. Tentu sangat disayangkan kalau puluhan bangunannya sampai sekarang mangkrak. Mubazir ratusan miliar uang rakyat selama ini mengendap di Kota Baru," urai Jupri Karim.
Ditambahkan pengamat politik, pemerintahan, dan hukum dari UIN Raden Intan Lampung itu, meski Gubernur Arinal Djunaidi telah mengeluarkan surat keputusan nomor: G/112/VI.02/HK/2022 mengenai pembentukan tim satuan tugas pengamanan lahan dengan tugas dan fungsi menjaga seluruh kawasan Kota Baru, termasuk di dalamnya menjaga dan memelihara gedung-gedung yang ada, hal tersebut bukanlah sesuatu yang substansial dalam mewujudkan janjinya saat kampanye Pilgub 2019 silam.
Menurut Jupri, sebenarnya tidak ada alasan bagi Arinal untuk tidak mewujudkan Kota Baru sebagaimana diniatkan sejak awal oleh Sjachroedin ZP.
Karena secara aturan telah memiliki landasan yang kuat dan dokumen perencanaan. Seperti Perda Nomor: 13 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2022 dan Peraturan Gubernur Nomor: 23 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Lampung Tahun 2022.
"Nyata-nyata Perda Nomor: 13 Tahun 2021 tersebut telah memuat rencana pemindahan ibukota ke kawasan Kota Baru. Dan kawasan ini menjadi salah satu prioritas percepatan pengembangan kawasan strategis di Lampung.
Anehnya, pada APBD 2022 tidak ada anggaran untuk pembangunan lanjutan di kawasan Kota Baru. Saya tidak paham gaya berpikir Arinal dalam hal ini. Dia yang menandatangani perda, dia sendiri yang mengangkanginya," pungkas Jupri Karim. (sugi)
Posting Komentar