KABEREH NEWS | Aceh Timur - Masyarakat Aceh hari ini akan memperingati 18 tahun perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia. Perdamaian yang diteken di Helsinki, Finlandia pada 2005 silam menjadi momen membangun Tanah Rencong dari keterpurukan.
15 Agustus menjadi hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh serta masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada tanggal tersebut, kedua belah pihak yang berseteru sepakat mengakhiri konflik bersenjata setelah melakukan perundingan.
Menurut Aqbar, Wakil Bidang Informasi dan Citra Publik DPW Muda Seudang Aceh Timur, hasil perundingan MoU Helsinki jauh dari harapan putra-putri Aceh, ada yang masih banyak belum terealisasi.
"Seharusnya dengan lahirnya perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, membuka peluang baru dan harapan baru bagi generasi muda dan rakyat Aceh. Tapi sudah 18 tahun damai Aceh, butir-butir perjanjian itu sampai hari ini masih jauh dari harapan kita rakyat Aceh, dan juga pelaanggaran HAM di Aceh Belum Selesai, Maka dalam ini kami banyak harapan, agar MoU harus terealisasi semuanya," kata pemuda yang akrab disapa Dek Gam.
Generasi muda salah satu ujung tombak menjaga perdamaian Aceh di masa depan. Pemuda memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk menciptakan perdamaian di Aceh, Pemuda selalu punya pikiran kreatif dan inovasi terbaru, dianggap memiliki peluang besar ikut mempertahankan keberlangsungan perdamaian di Aceh.
Menurut Dek Gam, Generasi muda dan semua pihak terus mendorong upaya penyelesaian hasil perdamaian sesuai yang telah disepakati antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, demi melestarikan dan menjaga perdamaian tetap berlangsung.
"Generasi muda harus mengambil peran memberikan kontribusi agar perdamaian ini berlanjut dan hasil perdamaian yang tertuang dalam MoU bisa terealisasi dengan baik," sebut Dek Gam.
Lebih Lanjut Dek Gam mengatakan Dibutuhkan suatu komitmen yang lebih dari Pemerintah Indonesia untuk menjalankan setiap butir kesepakatan yang ada di dalam MoU Helsinki dan UUPA. Dalam hal ini Presiden Jokowi harus bisa memastikan lahirnya semua turunan tersebut kedalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebelum masa jabatannya habis.
"Hal ini jelas akan menjadi salah satu faktor yang memicu ketidak percayaan masyarakat Aceh terhadap pemerintahan Indonesia karena masih banyak turunan UUPA yang ditahan bahkan tidak ditanggapi. Faktor awal yang mempengaruhi hal ini antara lain disebabkan karena rendahnya komitmen pemerintahan pusat terhadap pemerintahan Aceh." tutupnya.
Posting Komentar