Ismail Alias Raja, Cuak Tersadis di Rumoh Geudong yang Memukuli Ayah Kandungnya Sendiri

25 tahun setelah dibakar, sisa-sisa Rumoh Geudong kini telah rata dengan tanah—hanya tersisa satu undakan di depan rumah tersebut. (sinarpidie.co/Firdaus).

KABEREH NEWS | ACEH - Hamzah, warga Gampong Pulo Pante, Kecamatan Keumala, Pidie, tiba di Rumoh Geudong, di Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, pada suatu hari di awal Maret 1997 dalam keadaan terikat di dalam karung goni. 

Di beranda Rumoh Geudong, Ismail alias Raja menghajar pria yang akrab disapa Teungku Andah ini dengan rotan. Raja juga menginjak-injak dan menendang karung goni itu sambil mengeluarkan umpatan-umpatan kotor. Mendengar suara Raja, Teungku Andah berkata lirih dalam bahasa Aceh, “Ini Ayah, Nak.”

Raja melepas lilitan karung goni. Melihat ayahnya telah pingsan, Raja terduduk lemas. 

Teungku Andah dipulangkan ke rumah hari itu juga. Beberapa tahun kemudian, ia meninggal dunia. Sejak menerima pukulan anaknya sendiri, Ismail alias Raja, Teungku Andah mulai sakit-sakitan.

Sehari-hari, Teungku Andah berjualan di Keude Keumala. Ia juga guru mengaji di Gampong Pulo Pante. Saat itu, kedai tempat Teungku Andah menjual pisang, sayur-sayuran, bumbu-bumbu masak, dan peralatan memasak adalah kedai kayu. Kini, deretan kedai tersebut telah menjadi ruko-ruko berkonstruksi beton.

Rumah Teungku Andah di Gampong Pulo Pante, Kecamatan Keumala, Pidie. (sinarpidie.co/Firdaus).

Teungku Andah sedang berjualan di kedainya saat dibekuk lalu digelandang ke Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) A-Tidar 00 di asrama TNI di Kota Bakti atau Lameulo di Gampong Pasar, Kecamatan Kota Bakti, Pidie. 

Muhammad Yunus, 72 tahun, warga Gampong Rului Busu, Kecamatan Mutiara, Pidie, masih dapat mengingat dengan jelas hari ketika ia ditahan di Pos Sattis A-Tidar 00 di Lameulo pada awal Maret 1997. Di sana, ia bertemu dengan Teungku Andah.

Muhammad Yunus ditangkap karena menemani temannya mengantarkan labu, beras, dan bahan-bahan makanan lainnya untuk anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sementara Teungku Andah, kata Yunus, ditangkap karena tuduhan “menjual peralatan cangkul dan sekop serta menjual pisang pada anggota GAM”.

Yunus ditahan di Pos Sattis Lameulo selama satu hari satu malam. “Hari pertama saya di Lameulo saya bertemu dengan Apa Andah. Saya tidak mengetahui sudah berapa lama Apa Andah berada di Lameulo. Di hari itu pula, saya mendengar tentara-tentara di Lameulo mengatakan bahwa mereka akan membawa Apa Andah ke Rumoh Geudong karena di sana ada Raja,” kata M Yunus, Minggu, 25 Juni 2023. “Apa Andah dimasukkan ke dalam karung goni bergaris hijau lalu dibawa dengan mobil.”

Muhammad Yunus, 72 tahun, warga Gampong Rului Busu, Kecamatan Mutiara, Pidie. (sinarpidie.co/Firdaus).

Dalam bahasa Aceh, Apa merupakan panggilan untuk adik ayah dan adik ibu atau panggilan untuk pria yang jauh lebih tua.

Dari Pos Sattis Lameulo, M Yunus dibawa ke Pos Sattis Pinto Sa Tiro. Di Tiro, M Yunus ditahan selama tiga malam. Ia kemudian dibawa ke Rumoh Geudong. “Selama sembilan bulan saya berada di Rumoh Geudong,” kata M Yunus. 

Ismail alias Raja adalah anak keempat dari delapan bersaudara. Putra pasangan Hamzah dan Asahan ini menikahi Tihasanah, warga Gampong Amud Mesjid, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, pada 1993. Pasangan ini dikaruniai dua anak. 

Sejak 1997, Ismail alias Raja tidak pernah lagi pulang ke rumah Tihasanah di Gampong Amud Mesjid. “Secara negara, kami belum bercerai,” kata Tihasanah, Senin, 26 Juni 2023.

Ismail alias Raja menyantroni rumah Siti Hawa, warga Murong Cot, Kecamatan Sakti, pada awal 1998. Perempuan kelahiran 1971 itu pernah menjadi istri Zakaria, warga gampong yang sama. Pasangan ini memiliki satu anak.

Maimunah, kini 80 tahun, menangis sejadi-jadinya saat ia melihat anaknya, Siti Hawa, dibawa pergi Raja. Ia berteriak, “Ke mana kamu bawa anak saya? Jangan bawa anak saya!”

Beberapa hari kemudian, Maimunah mengunjungi Rumoh Geudong untuk mengetahui keadaan dan keberadaan anak pertamanya itu. “Saat itu, saya belum mengetahui mereka sudah menikah,” kata ibu tiga anak ini. “Anak saya (Siti Hawa), beberapa tahun yang lalu, pernah pulang ke sini (Cot Murong) sendiri.”

Raja dan Siti Hawa memiliki tiga anak. Saat ini, mereka menetap di Kota Batam.

Selama menjadi istri Raja di penghujung DOM di Aceh, Siti Hawa kerap berada di Rumoh Geudong. Ia pernah menuangkan air mendidih ke dalam mulut seorang tawanan yang berasal dari Beureueh hingga tawanan itu meninggal dunia.

Di Rumoh Geudong, personel Kopassus TNI Angkatan Darat (AD) dibantu warga sipil: tenaga pembantu operasi (TPO) atau anak panah. Warga Aceh memangil mereka dengan sebutan cuak. Ismail alias Raja adalah cuak yang paling sadis di Rumoh Geudong. 

Raja pernah menggantung bayi berumur tujuh bulan untuk mendapatkan informasi dari ibu si bayi yang ditahan di Rumoh Geudong. Sang ibu disekap karena suaminya adalah anggota GAM.

Pos jaga di Gampong Pulo Pante, Kecamatan Keumala, Pidie. (sinarpidie.co/Firdaus).

Selama pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM di Aceh), dengan sandi operasi jaring merah(1989-1998), Pos Sattis dibentuk di setiap kecamatan di empat sektor, yaitu Sektor A/Pidie, Sektor B/Aceh Utara, Sektor C/Aceh Timur, dan Sektor D/Aceh Tengah.

Di Pidie, Pos Sattis A-Tidar 00 berkantor di Asrama TNI di Kota Bakti/Lameulo, Tidar 01 di Geumpang, Tidar 02 di Lueng Putu/Bandar Baru, Tidar 03 di Tiro, Tidar 04 di Glumpang Tiga (Rumoh Geudong), dst.

Kodam I/Bukit Barisan adalah pelaksana Operasi Militer Jaring Merah di wilayah Korem 001/Lilawangsa.

Ada empat tujuan operasi militer ini: mencari dan menghancurkan tokoh-tokoh dan anggota GAM; merebut senjata musuh; membongkar jaringan klandestin GAM di kampung dan di kota; dan membongkar jaringan sindikat ganja yang dianggap sumber dana GAM.

Kegiatan operasi dibagi dalam dua tahap.

Di tahap pertama, operasi intelijen digelar dengan penyusupan agen atau tenaga pembantu operasi (TPO) ke GAM dan pembinaan rakyat untuk menciptakan kondisi, penyergapan dan penggeledahan rumah, pendataan klandestin, dan pembentukan serta pembinaan agen.

Tahap kedua, operasi menyasar anggota GAM di hutan. Kegiatannya tetap melanjutkan operasi tahap I sekaligus operasi tempur dengan melaksanakan penyergapan, patroli, dan penghadangan, serta pendataan klandestin untuk pengembangan operasi lebih besar.

Rumoh Geudong mulai ditempati personel Kopassus pada 1990. Tapi, rumah tersebut baru difungsikan sebagai Pos Sattis pada 1995.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dalam dokumen Ringkasan Eksekutif Hasil Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Peristiwa di Aceh (Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya), mengungkapkan Pos Sattis adalah tempat penyekapan orang-orang yang diperiksa, tempat interogasi, tempat penyiksaan, tempat pemerkosaan, dan tempat eksekusi.

Terdapat delapan bilik yang disekat-sekat di Rumoh Geudong. Ukurannya sekitar 2 x 3 meter. Delapan bilik ini dinamai dengan nama binatang, seperti babi, anjing, monyet, kerbau, lembu, dll.

Tahanan yang dipanggil harus menjawab dengan suara binatang sesuai nama bilik tempat mereka disekap.

Gampong Murong Cot, Kecamatan Sakti, Pidie. (sinarpidie.co/Firdaus).

Ismail alias Raja dan Siti Hawa menghilang dari Pidie bersamaan dengan penarikan personel TNI non-organik di Aceh pada Agustus 1998 setelah Presiden BJ Habibie mengeluarkan perintah pencabutan DOM.

Pada 20 Agustus 1998, Tim Pencari Fakta (TPF) Komnas HAM yang dipimpin Baharuddin Lopa tiba di Rumoh Geudong. Saat itu, personel Kopassus sudah meninggalkan Rumoh Geudong dalam keadaan kosong.

Setelah TPF Komnas HAM bertemu dengan korban dan membongkar kuburan di Rumoh Geudong, rumah itu dibakar.

25 tahun setelah dibakar, sisa-sisa rumah itu kini telah rata dengan tanah—hanya menyisakan satu undakan di depan rumah tersebut.

Pemusnahan sisa-sisa bangunan Rumoh Geudong merupakan bagian dari persiapan penyambutan Presiden Joko Widodo yang akan berkunjung ke bekas pos sattis itu pada Selasa, 27 Juni 2023 saat kick-off penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial. []

Sumber : sinarpidie.co

0/Post a Comment/Comments