TRAGEDI KANJURUAN, PERLU KAH SEKOLAH SUPORTER

Kaberehnews.online | Kanjuran - Tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan menyisakan duka mendalam. Namun, hingga detik ini tak ada yang berani pasang dada sebagai sosok yang bertanggung jawab.

Masyarakat menunggu statement dari sosok pimpinan yang menyatakan dengan Suara Lantang 'Saya Mundur' atas Tragedi Kanjuruhan, apakah kesalahan ada Panpel, pihak aparat, PSSI selaku induk dari persepakbolaan atau dari Suporter.

Nampak belum menjadi budaya untuk orang Indonesia yang mengenal adat dan adab dalam masyarakat timur.

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, bermula saat suporter Arema FC atau yang akrab disapa Aremania terjun ke lapangan.

Mereka melampiaskan amarah lantaran Arema FC kalah 2-3 melawan Persebaya Surabaya dalam duel bertajuk Derby Jawa Timur.

Suporter yang tak terkendali memaksa aparat keamanan turun tangan menertibkan. Namun terlalu banyaknya suporter yang turun ke lapangan membuat aparat keamanan kewalahan.

Aparat keamanan kemudian menembakkan gas air mata untuk mengurai massa suporter.

Nahasnya, gas air mata ini justru menjadi simalakama. Bencana pun tidak terelakkan, klo melihat protap nya memang penggunaan gas air mata tidak boleh digunakan dalam kegiatan olah raga, termasuk sepak bola Suporter Vs Penonton.

Perbedaan superter  dengan penonton, sudah jelas yang disebut penonton biasa nya hanya ingin melihat pertandingan sepakbola, suporter memiliki sense of belonging yang tinggi yang dihasilkan dari kecintaan (fandom) terhadap tim sepakbola tersebut.

Fanatisme suporter ini tidak lepas dari kecintaan mereka terhadap kesebelasan dan sepakbola (tapi harus hati-hati karena bisa menjadi candu).

Goddard (2001), dalam buku Civil Religion  Secara harfiah, istilah “penonton” berasal dari awalan pe- dan kata kerja tonton dalam bahasa Indonesia.

Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.

Sementara itu menurut akar katanya, kata “suporter “ berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris To support dan akhiran (suffict) –er.

To support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.

Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‘penonton’ dan ‘suporter’ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan dalam persepakbolaan.

Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif.

Di lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta (perasaan yang berlebihan bisa membahayakan) dan fanatisme terhadap tim.

Dan orang yang ada di dalam nya perlu ada etika, memahami hak dan kewajiban sebagai suporter, maka perlu adanya suatu solusi pendewasaan orang-orang (suporter) untuk memahami adanya ; perbedaan, sosio emosi, kejujuran, kebersamaan, komitmen, kedewasaan menghargai kemenangan dan kekalahan, serta ilmu psikologi massa dan konseling organisasi superter yang sesuai dengan UU keolahragaan, maka perlu kehadiran profesi konselor atau psikolog untuk mendesain lembaga atau sekolah untuk mendewasakan supporter dan berlaku pada semua induk organisasi supporter, hal ini perlu diperhatikan oleh PSSI selaku organisasi sepak bola di Indonesia.

Materi dari sekolah tsb antara lain tentang ; peadagogi, ilmu sosio emosi, ilmu psikologi, termasuk di dalam ilmu konseling (counseling supporter)
Dalam sepakbola, suporter adalah salah satu elemen terpenting.

Tanpa dukungan mereka, para pemain sepakbola di lapangan bisa kehilangan semangat dan motivasi untuk memenangkan pertandingan. 

Oleh karena itu, suporter mendapat julukan ‘pemain ke-12’, karena mereka juga menjadi faktor penting dalam suatu pertandingan.

Dengan dukungan para suporter, setiap kesebelasan yang bertanding akan berusaha memberikan permainan terbaiknya berupa kemenangan untuk memuaskan mereka, juga sebagai bentuk ucapan terima kasih pada para suporter yang telah datang ke stadion.

Graham (1976) dalam buku Psychology of Sports, mengartikan suporter sebagai individu maupun kelompok yang hadir pada suatu pertandingan olahraga dengan tujuan menunjukkan dukungannya kepada salah satu tim yang bertanding dan merasa memiliki keterikatan dengan tim tersebut.

Dari peristiwa di Kanjuruan menjadi sangat berharga bagi kita semua menghargai hak manusia, memanusiakan manusia. Dan PSSI serta pemerintahan perlu menata kembali olah raga sepak bola khusus nya di Indonesia.
 
Dr H Tri Leksono Ph,.S.Kom,.M.Pd,.Kons
Ketua PD ABKIN, Wakil Ketua PP IIBKIN & IKI (Ikatan Konselor Indonesia)

(Sukindar)

0/Post a Comment/Comments