Tak Kunjung Hilang, Benarkah Pemberantasan Judi Online di Indonesia Sulit Dilakukan?

Ilustrasi judi online, judi slot. Seberapa sulit memberantas judi online?

JAKARTA - Mengunjungi situs slot judi online atau judol bak rutinitas bagi sejumlah masyarakat yang kecanduan.

Padahal, kegiatan ini tak sedikit melatarbelakangi aksi kejahatan atau bahkan kasus bunuh diri di Indonesia.

Terbaru, seorang aparat kepolisian di Mojokerto, Jawa Timur, menjadi korban pembakaran oleh istrinya yang juga berprofesi sebagai polisi.

Sang istri mengaku, aksi pada Sabtu (8/5/2024) pagi itu dipicu kesabarannya yang habis karena suaminya sering bermain judol menggunakan uang belanja.

Sayangnya, meski memakan banyak korban, hal ini tidak menyurutkan aksi para pelaku untuk terus menghamburkan uang demi memenangkan slot judi online.

Literasi finansial dan digital rendah

Pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengungkapkan, akar permasalahan judi online berhubungan erat dengan literasi finansial dan digital masyarakat.

Jika literasi finansial dan digital baik, masyarakat akan tahu bahwa judi online secara teknis tidak mungkin menang karena hasil slot sudah ditentukan oleh bandar.

Situs slot memang telah diatur sedemikian rupa menggunakan pemograman. Jika tidak diatur, kata dia, bandar akan rugi dan banyak yang tutup.

"Bandar makin banyak, artinya ya bandar menang bukan pemain yang menang," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/6/2024).

Pengelola juga memiliki akses untuk mengatur sistem dan cara kerja mesin slot digital sesuai dengan kebutuhan.

Sebagai contoh, korban biasanya akan diberikan kesempatan menang terlebih dahulu untuk memancing rasa candu.

Di sisi lain, jika literasi finansial baik, masyarakat tentu akan mengetahui dan memahami cara mengelola keuangan dengan baik.

"Tidak terjerumus dan mengharapkan penghasilan sendiri online yang sebaliknya malah membuat mereka makin terpuruk," tutur Alfons.

Ada atau tidaknya kemauan pemerintah

Alfons mengakui, membasmi judi online secara tuntas bukan perkara mudah karena akses kegiatan ilegal di Tanah Air ini diperbolehkan di luar negeri.

Tidak hanya itu, membabat habis judi online juga sulit karena menyangkut multiaspek dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan pemblokiran situs oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).

Menurut dia, pemberantasan kejahatan yang telah menyengsarakan korban ini perlu melalui koordinasi dengan pihak terkait, seperti kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"Tidak bisa diselesaikan oleh Kemenkominfo saja dengan blokir," ucap Alfons.

Hal tersebut tampak dari lahirnya situs-situs slot judol baru, meski Kemenkominfo telah memblokir 1,9 juta konten judi sejak Juli 2023 hingga Mei 2024.

Sebenarnya, penyebaran judol di Indonesia masih bisa ditekan seminimal mungkin. Apalagi, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online.

Alfons mengatakan, keberadaan satgas yang tidak setengah hati dalam bekerja secara teknis sudah cukup mampu untuk menekan penyebaran judi online.

Pasalnya, mereka telah dibekali dengan perangkat dan wewenang yang cukup memadai untuk menjalankan tugasnya.

Namun, fakta di lapangan justru mengungkapkan bahwa situs-situs judol masih merajalela hingga saat ini.

Pakar keamanan siber itu pun menilai, salah satu masalah utama pemberantasan judi online ada pada kemauan satgas itu sendiri.

"Menjalankan dengan setengah hati karena ada faktor lain, seperti kurang peduli karena tidak ada budget atau malahan bekerja sama dengan pengelola judi," kata dia.

Alfons menyampaikan, jika memiliki kemauan, pemerintah dapat mulai menekan judi online dengan menindak pelaku serta afiliasi atau kaki tangannya.

"Secara teknis (pelaku dan afiliasi) mudah diidentifikasi dan akan menampilkan nomor kontak dan nomor rekeningnya pada setiap iklan judi online," ungkapnya.



Sumber : KOMPAS.com

0/Post a Comment/Comments