MAKNA HARI ULANG TAHUN UNTUK KITA ; SEBUAH RENUNGAN

Oleh :
T.M. Jamil, Dr, Drs, M.Si.
Associate Profesor,
pada USK, Banda Aceh.



Seuntai Kata :
ALHAMDULILLAH WA BARAKALLAH … Ya Allah … Yang Maha Kasih dan Rahim – Apapun yang terjadi di waktu sebelumnya bagiku adalah kenangan, apapun yang terjadi di waktu sekarang ini adalah kepastian, kenyataan, dan yang di waktu berikutnya adalah sebuah cita-cita dan sebuah harapan untuk kebaikan. Mulai dari hari ulang tahunku HARI ini, aku harus dan Wajib berusaha menjadi lebih baik lagi untuk diri, isteri tercinta dan anak-anak tersayang serta masyarakat, biar semua harapan dan cita-cita mulia itu bisa terwujud menjadi kenyataan. In sya Allah.

Di umurku yang saat ini, aku tak muda lagi, aku cuma bisa mengenang masa lalu yang indah Masa lalu yang kadangkala indah dan tak sedikit pula yang menyedihkan. Semua itu telah memberiku banyak pengalaman hidup yang berharga. Sebab itu, aku harus menjadikannya sebagai pelajaran terindah biar bisa menjadi orang yang lebih baik lagi di masa depan. Yaa Allah, Yaa Rabbi … Berikanlah Aku Umur yang panjang dan berkah untuk dapat terus mengabdi kepadaMU dan Berbuat yang Terbaik bagi bangsa ini, serta Bimbinglah aku ke jalan yang benar, jalan yang Engkau Ridhai – untuk menjadi hambaMU ini yang lebih mulia dan terpuji dalam Kerinduan, Kasih Sayang dan Cinta-MU. Aamiin3x, Yaa Rabbal ‘Alamin.

-------------

Para Pembaca Yang Mulia ... SAYA PRIBADI SERINGKALI menerima undangan perayaan atau pesta hari ulang tahun dari kolega, sahabat, keluarga atau pejabat publik. Ada yang bisa saya hadiri, dan banyak pula yang gagal untuk saya hadiri, karena waktunya bersamaan dengan kegiatan lain yang tidak bisa saya tinggalkan.

Suatu kali saya menghadiri perayaan ulang tahun seorang sahabat, yang kebetulan beliau menjadi pejabat negara, karena ada waktu longgar. Saya sengaja berusaha untuk datang bersama istri, sambil melihat apa saja yang dilakukan di acara tersebut dan apa maknanya.

Maklum, saya sendiri belum pernah sekalipun merayakan ulang tahun hari kelahiran, Seperti juga hari ini Tanggal 15 April yang merupakan hari saya dilahirkan ke dunia ini oleh Ibundaku Tercinta, Tersayang – Dengan Izin Allah Yang Maha Rahim (Terimakasih, Ya Ibunda, Sungguh besar pengorbananmu untuk anakmu ini. Semoga Allah Swt memberkati Umur kita dan untuk dapat terus berbuat baik dan mengabdi kepada-Nya. Aamiin Yaa Rabbal Alamin.

Maklum, saya anak dan orang desa, tidak pernah mengenal hajatan (kenduri) semacam itu. Tetapi yang saya tahu orangtua saya (ayah dan Ibu Waktu saya masih kecil) sering mengadakan acara selamatan kecil-kecilan dengan mengundang tetangga kanan kiri rumah, dan beberapa orang anak yatim – kurang lebih lima belas orang saja, untuk berdo’a di setiap hari kelahiran saya. Keadaan itu sangat terbayang dan terkesan oleh saya sampai saat ini.

KEBETULAN, malam itu, saya datang agak terlambat di acara perayaan ulang tahun sahabat saya itu, sehingga tidak sempat mendengar kata sambutan dari yang punya hajat. Tetapi, saya masih sempat mengikuti do’a yang dipimpin oleh seorang ustaz, yang kebetulan kawan dekat sang empunya hajat. Dalam salah satu bait do’anya ialah mendo’akan agar yang punya hajat itu (sebut saja Pak Lukman) diberi panjang umur, murah rezeki, dan diberi hidup yang barakah yang tentu saja diamini oleh semua hadirin, tak terkecuali oleh saya dan anak-anak kecil para cucu shahibul hajat sambil berlalu lalang di ruang besar rumah Pak Lukman.

Usai berdo’a para hadirinpun dipersilakan menikmati makanan yang telah disiapkan oleh tuan rumah. Saya perhatikan berbagai aneka makanan dihidangkan, mulai dari makanan-makanan berat seperti sate kambing, kuah asam keu’eng, martabak, soto ayam, soto daging, kuah pliek u, dan tak ketinggalan tumpeng besar yang dilengkapi dengan telur, kentang goreng, bergedel, udang, dan lain-lain.

Tak ketinggalan bermacam-macam buah-buahan juga siap disantap para hadirin. Sayangnya, ketika akan berangkat ke acara itu, saya sudah makan lebih dulu di rumah, sehingga saya hanya mengambil makanan ringan dan beberapa biji buah duku karena perut saya memang masih kenyang.

Jam menunjukkan angka 22.30 Wib, ketika satu demi satu tamu yang hadir mulai meninggalkan rumah hajatan itu. Saya pun mengikuti para tamu yang akan pulang. Setiap tamu diberi bingkisan roti besar sebagai oleh-oleh dari pemilik rumah. Saya berkesimpulan tuan rumah itu benar-benar menyiapkan perhelatan itu dengan sangat serius. Tamunya cukup banyak, dan hidangannya sangat istimewa. Saya bayangkan berapa biaya yang harus ia keluarkan untuk acara “Mewah” seperti itu. Hati saya berbisik, Untuk orang se-ukuran saya tidak akan sanggup untuk menyelenggarakan acara peringatan hari kelahiran sebesar itu.

Sampai di rumah dan dalam persiapan menuju tidur, saya merenungkan acara yang baru saja saya hadiri dengan mengajukan pertanyaan apa sebenarnya makna peringatan hari kelahiran atau yang lazim disebut hari ulang tahun. Banyak orang menganggap hari ulang tahun sebagai hari atau momen spesial, sehingga yang diundang juga orang-orang khusus, walaupun saya tidak tahu apa kekhususan saya di mata sahabat itu. Saya merasa, saya orang biasa, dan karenanya agak terkejut juga ketika menerima undangan untuk menghadiri acara ulang tahun dia.

Menurut saya, hari ulang tahun bisa dipakai sebagai momentum pengingat untuk melakukan refleksi diri tentang perjalanan hidup seseorang atau institusi, apa saja yang telah dilakukan, diraih, apa yang belum, apa suka dan duka dalam mengarungi kehidupan ini. Di balik peristiwa hari ulang tahun terkandung pesan bahwa usia hidup bertambah, tetapi pada saat yang sama kesempatan hidup berkurang mulai hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, hingga tahun.

Bertambahnya usia juga mengandung makna bahwa tanggung jawab terhadap hidup semakin besar. Karena itu, hari kelahiran bisa dipakai sebagai titik balik untuk menata ulang kehidupan. Yang bengkok-bengkok diluruskan, dan yang sudah lurus dilanjutkan untuk menjadi lebih baik lagi...

Menggali makna hari ulang tahun berarti pula mengawali menata kehidupan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Sering kali rutinitas yang kita lakukan karena pekerjaan dan profesi kita membuat kita lupa elemen-elemen penting dalam kehidupan ini, yaitu memaknai arti hidup itu sendiri. Hidup ini bukan untuk hidup, akan tetapi hidup untuk menyiapkan kehidupan yang akan datang di alam baka.

Saya pernah juga membaca sebuah artikel seorang ahli psikologi bernama Victor Frank di sebuah majalah Emerald Edisi III-2013 (hal. 50-51) yang menyatakan bahwa ketika orang pada sibuk dalam hiruk pikuk pekerjaan, dunia dengan target perolehan secara finansial dan material tertentu, maka pada saat yang sama orang sampai pada titik di mana hubungan antar-individu kosong dan tidak mampu lagi untuk mengisi jiwa yang hampa.

Menurutnya, kondisi itu disebut sebagai lost of meaning. Sebab, setelah semua yang dikejar sudah tercapai (harta, kedudukan, jabatan, kekayaan, kehormatan), dan ketika usia terus merambah dan tidak bisa diberhentikan oleh siapapun, kita akan kembali dihadapkan pada sebuah pertanyaan “Apa sebenarnya yang ingin kita capai di akhir hidup kita?”

Nah, Mari kita putar ulang perjalanan hidup kita. Rasakan dan maknai sepenuh jiwa agar hidup kita lebih berkesan dan bermakna. Bisakah kita menjadi manusia “baru” di setiap momen kita memperingati hari kelahiran kita, walau tanpa pesta ulang tahun.

Manusia “baru” yang saya maksudkan ialah manusia yang semakin baik, baik dalam tata hubungan dengan sesama manusia maupun dengan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, kepada Tuhanlah kita semua akan kembali. Hidup ini bukanlah untuk dipamerkan – apalagi untuk disombongkan. Kesombongan itu adalah "pakaian" iblis laknatullah. Na'uzubillahi min zhalik.

Semua manusia sesuai fitrahnya ingin hidup tenang dan bahagia, kendati tidak harus tercapai semua yang diimpikan. Menurut saya, ketenangan dan kebahagiaan akan terwujud jika manusia memperoleh keseimbangan antara terpenuhinya kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Orang-orang kaya seperti sahabat saya yang merayakan pesta ulang tahun itu sudah tidak memerlukan bantuan materi dari sanak saudara dan sahabat yang diundang, tetapi do’a dan dukungan moral yang dipanjatkan justru jauh lebih bermakna dan dia butuhkan.

Untuk menyempurnakan makna peringatan hari kelahiran, kita tidak saja berterimakasih kepada siapa saja yang telah membantu atau berkontribusi besar dalam mengantarkan keberhasilan hidup kita hari ini, tetapi juga kepada orang-orang yang selama ini menyakiti, memfitnah, menzhalimi atau mengganggu kita, sehingga kita menjadi pribadi tangguh, kuat dan tegar dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.

Andai saja tidak ada rintangan dan hambatan dari para pengganggu, kita mungkin akan menjadi pribadi cengeng yang penakut, pemalu, peragu dan bentuk-bentuk kecengengan yang lainnya. Karena itu, menghadiahi orang-orang yang telah menyakiti dan menzhalimi kita sama pentingnya dengan menghadiahi orang-orang-orang yang telah membantu kita, walaupun tentu itu tidaklah mudah. Diperlukan kesabaran dan kearifan yang luar biasa untuk mampu berterimakasih pada para pecundang yang berkhianat kepada kita.

Kemampuan kita untuk melakukan itu semua merupakan wujud kedewasaan kita seiring dengan bertambahnya usia hidup kita yang ditandai dengan perayaan hari ulang tahun kelahiran kita. Semoga Tulisan ini berkah dan bermanfaat bagi orang-orang yang sedang dan akan berulang tahun, hari ini, esok dan hari-hari berikutnya. Insya Allah, Aamiin3x, Yaa Rabbal Alamin.


Bumi Serambi Mekkah, 15 April 2024.

0/Post a Comment/Comments